Home - Remaja Putri Masih Menjadi Persoalan

Remaja Putri Masih Menjadi Persoalan

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com , Remaja perempuan menjadi bagian penting dalam lingkungan sosial, tapi saat ini remaja perempuan masih mengalami kendala dan kesullitan di ranah mobilisasi. Persoalan itu digambarkan dalam enam film dokumenter yang diadakan oleh Kampung Halaman (KH) dalam acara Festival Film Dokumenter 15 (FFD15) di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta, Jum’at (9/12).

“Kendala terbesar yang dialami remaja perempuan berdasarkan pengalaman KH adalah kendala mobilitas. Mereka memiliki tantangan mobilitas, akses, dan lain sebagainya,” ujar Rachma Safitri Yogasari, sebagai ketua  FFD15

Enam film itu ditayangkan secara langsung dari pukul 14.30 hingga 17.15 dan digambarkan dengan tema diskusi “Yang Tidak Dibicarakan Saat Bicara Tentang Remaja Perempuan”. Enam film tersebut meliputi :

  1. Karatagan Ciremai , yang bercerita tentang Anis (15) yang menganut Sunda Wiwitan yang sulit mendapatkan akte kelahiran dan administrasi kependudukan lainnya.
  2. Haruskah ke Negeri Lain? Film dari Sumbawa, yang berkisah tentang Maesarah (17) yang ingin memperbaiki kehidupan keluarganya dengan bekerja di Malaysia. Ia justru menemukan indikasi adanya jaring laba-laba seputar biaya keberangkatan yang melibatkan sekolahnya.
  3. Bangun Pemuda! Pemudi Sudah (film dari  Sleman), tentang aktivis Lala (17) dan anggota perempuan lainnya di organisasi karang taruna yang memiliki stigma terhadap perempuan.
  4. Agnes, Pewaris Budaya Dunia? (film dari Wamena), mengenai gejolak hidup Agnes (17) sebagai orang tua tunggal dan impiannya untuk melanjutkan sekolah.
  5. Miang Meng Jakarta, seputar rasa frustasi yang dihadapi Ika (16) manakala tinggal di kampungnya di Amis Indramayu.
  6. Bintang di Pelupuk Mata (Tak Tampak), berkisah tentang keseharian Pipit (16) menimba prestasi di sekolah yang justru enggan mendukung cita-citanya.

Menurut Rachma, isu yang diangkat ialah soal kebebasan berpendapat, berkeyakinan, ketenagakerjaan, pendidikan, dan keluarga. Harapannya, agar bisa menjadi bahan diskusi dan bisa memecahkan perosalan dalam film bersama-sama.

“Sambil bareng-bareng mencari solusinya, semakin banyak orang yang muter, semakin banyak orang kenal masalahnya, semakin banyak orang kenal semakin banyak mencari solusinya,” tegas Rachma

Reporter:  Agus Teriyana                                 

Redaktur: Isma Swastiningrum