Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
“Kita adalah bangsa yang anti kolonial, baik Islam maupun kebarat-baratan. Falsafah kita adalah keharmonisan, sebagaimana konsep maritim yang ditawarkan oleh bangsa pribumi zaman dulu. Oleh sebab itu, kita tidak mengenal istilah hantu, selain kematian demi menjaga harga diri bangsa”.
Sungguh saya sedikit terkejut saat membaca pernyataan di atas dalam tulisan singkat M. Faksi Fahlevi (aktif menulis di Lembaga Kajian Filsafat Sosial) yang diunggah oleh LPM ARENA, 8 November 2016 dengan judul “Filsafat Gerakan Melawan Hantu”. Saya merasa tertarik untuk mendiskusikan pernyataan saudara tersebut. Hal ini sebagai bentuk reaksi intelektual atas aksi intelektual M. Faksi Fahlevi yang menyatakan bahwa Islam adalah kolonial (lihat kembali pernyataannya).
Tidaklah ada maksud menyalahkan atau maksud menyerang pendapatnya, tidak etis rasanya saling menyalahkan dalam berdiskusi. Akan tetapi, saya hanya ingin meluruskan pernyataan di atas dan menyatakan bahwa Islam bukanlah penjajah (kolonial). Maaf kalau saya menafsirkan atau memaknai maksud penulisan saudara tersebut. Dalam tulisan singkat ini, saya hanya ingin mendiskusikan bahwa Islam adalah agama yang damai, agama yang anti kekerasan dan Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin.
Islam, jikalau dibahas secara etimologi, Islam mengandung banyak makna. Semua makna yang dikandung menjadi pedoman atau ajaran bagi yang memeluknya. Arti Islam itu adalah seperti: selamat, patuh (semata kepada Allah SWT), sejahtera, dan damai. Tidaklah ada sifat menjajah (kolonial).
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian kepada umatnya bahkan kepada seluruh umat manusia. Agama yang dibawa oleh Muhammad bin Abddullah sebagai Nabi dan sekaligus Rasulullah, mengajarkan bagaimana mencintai sesama umat manusia, kedamaian, mengajarkan kebenaran, agama yang anti kolonial bukan jadi kolonial dan Islam melindungi manusia dari ajaran yang salah. Hal ini dapat dibuktikan bagaimana keharmonisan umat/masyarakat Madinah di masa Rasulullah hingga sekarang. Lihat juga keharmonisan Islam di Eropa sebelum terjadi Perang Salib.
Al-Quran (sebagai pedoman) mengajarkan seluruh umat harus berbuat baik dan bertakwa. Lihat dalam Al-Quran surah Az-Zumar: 10 di mana dikatakan, “Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan”. Dalam surah lain, Al-Quran juga mengajarkan kepada pemeluknya supaya menegakkan keadilan (Q.S. Al-Maidah ayat 8). Dan banyak ayat-ayat Allah SWT menjelaskan bahwa Islam tidaklah seperti yang dibayangkan orang-orang yang phobia terhadap Islam.
Menurut saya (masih dalam kemungkinan), saudara M. Faksi Fahlevi berpendapat bahwa Islam telah menjajah bangsa asli Indonesia dahulu, sehingga diumpamakan hantu berjubah putih, suatu yang sangat menyeramkan pendapat beliau. Beliau juga mengatakan (secara pengertian makna pernyataan), Islam telah menghancurkan keharmonisan di negeri ini. Kita katakan bahwa pendapatnya kurang tepat. Islam masuk ke Indonesia tidak ada unsur penjajahan bangsa ini. Jikalau ditinjau dari sejarah Islamlah yang mencerahkan ajaran-ajaran yang salah di Indonesia ini dan mempertahankan negeri ini dari serangan kolonialisme dan imperialisme yang berasal dari Barat.
Perlu kiranya kita ketahui bahwa masuknya Islam ke Indonesia ini melalui jalur yang damai. Islam dipeluk oleh bangsa asli pribumi kita karena melihat ajarannya yang benar, secara penyembahan kepada Sang Maha Pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. Islam juga mengajarkan bagaimana berkehidupan sosial budaya yang harmonis dan Islam adalah agama yang rasional. Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari Arab yang sudah beragama Islam, kemudian dibantu oleh pedagang-pedagang dari India dan Persia yang sudah memeluk Islam. Ada ajaran yang melekat pada umat Islam dari dahulu hingga sekarang yang menjadi Islam terus berkembang penyebarannya, yaitu Dakwah Islamiyah. Hal ini ditegaskan oleh Hadist Rasulullah SAW, “Sampaikanlah dariku (Muhammad SAW-pen) walau satu ayat”. Nah, inilah yang dipegang dan diamalkan secata tegas oleh para pendakwah-pendakwah Islam untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Penyebaran Islam di Indonesia ini berlangsung secara damai pada sekitar abad ke-8 Masehi dan atau abad ke-13 (ada dua versi), silahkan pilih atau teliti mana yang benar, yang terpenting adalah penyebaran Islam berlangsung secara damai. Dalam penyebarannya ada beberapa saluran atau jalur yang ditempuhnya sehingga Islam dapat diterima yang pada masa itu pendudukan asli kita masih animisme atau mempercayai sesembahan kepada benda-benda. Jalur itu adalah jalur perdagangan, perkawinan, dakwah, pendidikan, seni budaya, tasawuf dan cara lain yang tidak mengandung kekerasan dan pemaksaan. Sehingga ajaran dapat diterima dengan baik hingga saat ini.
Kiranya kita jangan mengukur Islam dari orang-orang yang salah menjalankan ajaran agama Islam. Islam juga jangan hanya dilihat dari daerahnya. Islam bukan untuk orang Arab, tapi Islam untuk seluruh umat. Jikalau kita melihat dan mengukur Islam dari orangnya saja pasti kita akan salah menilai. Tahulah kita bagaimana sifat manusia ini, kadang baik dan kadang buruk. Sifat salah dan lupa itu melekat pada diri manusia. Akan tetapi, ukurlah agama itu dari ajarannya dan siapa yang membawanya. Untuk mengukur dari ajarannya, selidiki dan pelajarilah sumber agamanya. Lihat pedomannya dan lihat juga supaya yang menurunkannya. Saya pikir itu lebih obyektif. Allahua’lam…[]
*Penulis adalah Mahasiswa UISU-Medan.