Lpmarena.com, Seks, agaknya bukan menjadi hal yang tabu lagi di kalangan masyarakat Indonesia. Apalagi di era kemajuan teknologi seperti saat ini dimana informasi dapat dengan mudahnya kita akses. Ini sebenarnya menimbulkan kekhawatiran baru bagi orangtua yang memiliki anak “remaja”. Nita Nuryati (52 ) seorang ibu rumah tangga yang masih memiliki dua anak gadis yang masih berstatus pelajar pun mengakui bahwa ia tekadang was-was melihat pemberitaan yang ada di media. Banyaknya pelajar hamil di luar nikah atau perilaku seks bebas yang dilakukan pelajar.
Ini membuat Nita berpikir bahwa pelajar atau remaja sangat rentan terpengaruh hal-hal negatif di sekitarnya. Entah itu melalui media atau perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya. Pikiran yang seperti itu membuatnya merasa sangat perlu melakukan pendekatan kepada anak-anaknya agar lebih terbuka terhadapnya dan tidak sungkan ketika ingin bertanya mengenai banyak hal mengenai seks. Karena menurut Nita akan lebih baik ketika anak justru terbuka dalam masalah semacam ini, setidaknya ia dapat memberikan pemahaman tentang hal itu kepada anaknya.
“Sebagai Ibu Insya Allah saya tahulah porsi yang harus saya berikan tentang pemahaman seks kepada anak saya. Kan lebih enak kalau anak tanya sama kita, daripada dia googling ntar malah liat video yang aneh-aneh,“ ungkapnya, Rabu (30/04).
Ketika kita bicara perilaku seks bebas tentu pembahasannya adalah mengenai kontak fisik. Menurut Nisa Azizah salah satu mahasiswi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga perilaku seks bebas bukan hanya dalam bentuk “hubungan intim“, tetapi segala bentuk kontak fisik entah itu ciuman atau pegangan tangan.
Nisa juga mengatakan bahwa untuk kondisi saat ini hal semacam itu agaknya sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar bagi pasangan kekasih, hal semacam itu bisa dilihat dari konsep pacaran kaum pelajar saat ini, dari anak-anak sekolah hingga mahasiswa. Namun, ketika bicara norma yang berlaku pada masyarakat kita, jelas hal semacam ini sudah melanggar norma yang ada.
“Lantas, kenapa hal yang dianggap melanggar norma justru masih bertahan sampai saat ini? Ataukah kesalahan yang terus berulang justru akan menjadi sebuah kebenaran?“ lontar Nisa ketika diwawancara, Selasa (13/05).
Anna, seorang pelajar kelas III di salah satu SMA di Yogyakarta pun mengatakan jika ciuman, entah itu bibir, pipi, kening, atau pegangan tangan sudah jadi hal yang biasa. “Ya, itu kan bentuk ekspresi sayang. Kalau menurut aku sih wajar-wajar aja,“ ucapnya. Namun, Anna sendiri mengatakan untuk hal yang lebih intim (berhubungan intim) ia berpendapat hal semacam itu hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Namun menurut Anna, kenyataannya ada juga pelajar yang berani melakukannya, sampai hamil dan berujung pada mengundurkan diri dari sekolah.
Menurut Andri, alumnus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia seks merupakan kebutuhan yang sangat primitif. Nikmatnya hanya bebarapa menit. Bahkan Dede Oetomo (dalam kata pengantar Jakarta Undercover mengatakan seks terlalu diistimewakan dalam masyarakat kita. Bukankah sebetulnya banyak perbuatan lain yang melibatkan juga saraf-saraf tubuh kita (dan dapat dinikmati), seperti makan, buang air kecil maupun buang air besar, bersin, menggaruk, dan lain sebagainya. Patut kita renungkan mengapa seks dan seksualitas begitu diistimewakan? (Wulan Agustina Pamungkas)
Editor: Isma Swastiningrum