Oleh: Rudi Santoso*
LELAKI DENGAN DARAH PERJUANGAN
kepada Hendris Wijaya HW
Daun-daun berjatuhan
Tidak pada musim hujan atau pada musim kemarau
Lelaki itu menggambar peluhnya sendiri
Atas mimpi yang ia cipta pada wanita dan lelaki tua
Yang ia sebut bapak dan ibu
Berlayar tanpa perahu
Menyisiri jalan tanpa alas kaki
Tidak mengerti tentang dingin hujan dan panas matahari
Tidak mengerti tentang nikmat pagi dan senja di sore hari
Kota-kota hampir ia singgahi
Hanya atas mimpi dalam sumpah
Cerita pada sekental kopi
Melawan luka dan duka
Atas keringatnya sendiri
Mimpi bukan untuk siapa yang kaya dan miskin
Tidak memandang kulit hitam dan putih
Tapi pertaruhan darah semangat dan perjuangan
Yogyakarta, 2016
WANITA YANG DIRINDU
Siapa tidak merindu kasih ibu?
Wanita yang kerap
Menitipkan doa pada tuhan
Pada pekat malam
Agar anak-anaknya
Menjadi matahari
Siapa tidak merindu pada kasih ibu?
Tangannya lembut mengelus ubun-ubun
Hingga membuat anak terlelap dengan mimpi indah
Ibu adalah kekasih alam yang harus dicintai
doa yang sama-sama bercahaya
adalah raja
Yogyakarta, 2016
*Penulis lahir di Sumenep, Madura, 30 November 1993. Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kini menjadi penikmat satra di Balngkon Art Jogja . Beberapa karyanya terbit dalam kumpulan antologi cerpen dan puisi, di antaranya Antologi Kopi Rakyat (Jogja 2014), Surat Untuk Kawanan Berdasi (2016), dan juga karyaya dimuat di berbagai media cetak: Dinamikan News Lampung, Koran Madura, Solopos, Duta Masyarakat Surabaya, dan lain-lain. E-mail: rudisantoso042@gmail.com.