Home BERITA Prevensi Kekerasan Seksual pada Anak

Prevensi Kekerasan Seksual pada Anak

by lpm_arena

Lpmarena.com, Akhir-akhir ini Indonesia rentan akan tindak kekerasan seksual, khususnya yang terjadi pada anak-anak. Bahkan di media ada peringatan khusus tentang “Darurat Kekerasan Seksual”, terlebih setelah mencuatnya kasus YY. Adriano Rusfi, praktisi psikologi nasional dalam Dialog Islam short course dengan tema “Mengurai Benang Kusut Kekerasan Seksual pada Anak” mengatakan harus adanya tindakan prevensi sebelum kejahatan seksual itu terjadi.

Setidaknya ada empat tindakan preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual menurut Adriano yang ia tuturkan di ruang utama Laboratorium Agama Masjid UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (11/6/2016).

Pertama, membangun ego. Adriano memberi definisi yang sangat berbeda terkait ego dengan sifat egois atau tindakan egoisme. Ego lebih pada naluri manusia akan kediriannya, kaitannya dengan memperjuangkan hak-hak dasar. “Bangsa ini egonya lemah. Struktur egonya lemah. Aku-nya lemah. Biarkan dia (anak) memperjuangkan haknya, dia harus punya ego yang kuat,” kata Adriano.

Kedua, mempersiapkan anak akan kekerasan itu sendiri. Artinya adanya pemahaman pada anak bahwa hidup semakin hari semakin keras. Budaya sering memanjakan anak, membuatnya tidak mandiri sehingga ia kesulitan menghadapi kenyataan. “Anak diajak berjuang. Jangan sering dilindungi,” ucap Adriano yang juga dosen ITB ini.

Ketiga, kasus seksual jangan banyak di-expose. Media memegang peranan penting dalam persoalan ini. Sifat anak yang lebih cepat lupa harusnya tidak sering dibangkitkan dengan penayangan-penayangan di media berulang kali, karena bagi Adriano ini justru akan menambah luka.

Keermpat, program desensitifasi. Sebuah cara bagaimana menghilangkan sesuatu yang sensitive dengan hal yang menyenangkan. Misalkan jika anak takut dengan kecoak, kita asosiasikan kecoak dengan kesukaan anak semisal coklat.  “Tutupi keburukan itu dengan kebaikan,” kata Adriano mengutip hadis nabi.

Terkait tema ini, Muqowim, prkatisi pendidikan Fakultas Tarbiyah UIN Suka berkomentar agar masyarakat lebih kritis lagi menerima berbagai banjiran informasi, khususnya yang menyangkut kekerasan seksual. Sebab, apa yang masuk adalah apa yang keluar. “Pendidikan kita semakin menguat(ir)kan. Hakikat sesuatu itu netral, yang tidak netral itu perspektif. Pisau itu netral, tapi di tangan pembunuh atau di tangan chef, menjadi tidak netral,” tuturnya menganalogikan.

Reporter dan Redaktur: Isma Swastiningrum