Lpmarena.com, Pusat kajian Islam Asia Tenggara/Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar diskusi toleransi dengan tema besar “Menyoal Tingginya Kekerasan Atas Nama Agama di Indonesia”. Diskusi dilaksanakan di Gedung Pusat Komputer dan Sistem Informasi (PKSI) UIN Sunan Kalijaga Lantai 2, Senin (20/06/2016).
Peristiwa intoleran belakangan ini kerap terjadi di Indonesia, sikap yang tidak mencerminkan toleransi antar suku agama dan ras sering terjadi. Dikarenakan perbedaan pemahaman antara golongan satu dengan yang lain. Fakta tersebut ditunjukkan ampai pertengahan 2016 tingkat intoleransi di Yogyakarta masih tinggi. Di Bantul ada pembakaran Gereja Saman, yang sampai sekarang belum terselesaikan, di Gunung Kidul Pemerintah Daerah (Pemda) tidak mengizinkan Gua Maria untuk aktivitas ibadah umat Katolik, pembubaran diskusi Syi’ah di UIN Sunan Kalijaga, dan yang terbaru persoalan LGBT dan pembubaran Pondok Waria Al-Falah di Bantul.
Ahmad Salehudin, pemateri diskusi yang juga peneliti di Center for Religious & Cross-Cultural Studies (CRCS) mengatakan kebebasan suatu kelompok seringkali terabaikan dengan kepentingan kelompok mayoritas dangan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Golongan-golongan radikal ektrimis yang memandang bahwa segala sesuatu yang yang tidak sesuai dengan pemahamanya adalah salah, dan perlu untuk diseragamkan dengannya dengan tidak memberi ruang bagi kelompok lain yang berbeda paham. “Berbicara toleransi adalah berbicara tentang kesediaan memberikan ruang, dan intoleran adalah tidak memberi ruang bagi kelompok yang berbeda pemahaman,” ujar Salehudin.
Pemateri lainnya dari CRCS, Iqbal Ahnaf menjelaskan bahwasanya intoleransi juga bisa terjadi karena ketakutan. Ketakutan yang diproduksi untuk melawan golongan lain yang mampu menciptakan sikap radikal. “Misal, konstruk tentang komunisme. Yang menyebabkan komunisme akan bangkit lagi dan melakukan pemberontakan terhadap negara, ketakutan paham-paham Syiah, dan lain-lain,” katanya.
Ditambah lagi lambat dan pasifnya pemerintah dalam merespon kejadian-kejadian intoleransi. “Pemerintah sendiri kurang ikut andil dalam hal toleransi, dengan mendiamkan isu-isu intoleran dan bahkan membuat regulasi hukum yang menyudutkan satu golongan,” tambah Iqbal.
Reporter: Ajid Fuad Muzaki
Redaktur: Isma Swastiningrum