Home BERITA Hari Laut Sedunia: Tambang Menghantui Kelestarian Laut

Hari Laut Sedunia: Tambang Menghantui Kelestarian Laut

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Dalam rangka memperingati hari laut sedunia, Greenpeace mengadakan diskusi berjudul “Terhubung untuk Melindungi Laut” di Green House UIN Sunan Kalijaga, pada Sabtu (15/06). Diskusi dilakukan untuk menyampaikan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut, sekaligus dalama rangka memperingati Hari Laut Sedunia.

Annisa Dian Ndari, penggerak kampanye kelautan Greenpeace menyampaikan salah satu penyebab kerusakan ekosistem laut adalah pertambangan. Banyak aktivitas tambang yang dilakukan di pulau-pulau kecil Indonesia, padahal sudah ada batas tertentu di mana wilayah tersebut tidak boleh ditambang.

“Hal yang terjadi adalah pulau tersebut ditambang, mulai dari emas, nikel, timah, pasir, jadi sangat kapitalis gitu, apa saja yang bisa dijadiin duit, ya dijadiin duit, padahal sudah ada aturan,” ujar Dian.

Dian juga menceritakan sewaktu berkunjung ke tempat pertambangan, ia melihat perubahan air laut yang tercemar oleh limbah tambang. Terlebih bagi laut Indonesia timur yang merupakan tempat migrasi ikan tuna di mana memiliki nilai ekonomi tinggi.

“Tadinya pulau itu lautnya berwarna biru, ketika ada tambang lalu limbahnya dibuang sembarangan itu airnya jadi coklat keruh,” jelas Dian. “Kita harus menjaga pulau-pulau agar tidak tercemar, sehingga ikan-ikan bisa berkembang biak dan itu mensejahterakan nelayan,” lanjutnya.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Jaringan dan Advokasi Tambang (JATAM), terdapat 164 izin tambang di 55 pulau kecil di Indonesia yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan membahayakan keselamatan warga.

Jika melihat aturan yang berlaku, hal itu melanggar ketentuan hukum. Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertulis bahwa pembangunan, penambangan pasir atau minyak, dan mineral yang secara ekologis, sosial, dan budaya merusak ekosistem yang ada dan merugikan masyarakat sekitar, tidak boleh dilakukan.

“Yang sering kami temukan juga itu ya tambang ilegal (dan yang) sudah dicabut izinnya, tapi masih ada aktivitas-aktivitas tersebut dan kita melakukan advokasi bersama teman-teman nelayan,” sambung Dian.

Regulasi terkait pertambangan ilegal ini, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 158, disebutkan bahwa sekelompok atau seseorang yang melakukan pertambangan tanpa izin akan dipidana paling lama lima tahun atau denda 100 juta.

Meski begitu, kata Dian, pertambangan masih marak terjadi baik yang legal maupun ilegal.

“Kampanye kami memerangi kasus-kasus pertambangan yang ada di pulau-pulau kecil di mana, wilayahnya itu ada batas-batas tertentu, itu tidak boleh dilakukan aktivitas tambang, tapi yang terjadi adalah pulau tersebut di tambang,” ujar Dian.

Berkaitan dengan menjaga kelestarian ekosistem laut, Greenpeace memiliki unit bernama Ocean Defender yang berarti ‘pembela laut’ untuk mendukung kampanye keberlangsungan bahari.

Jibriel Firman, penggerak literasi Greenpeace, menyampaikan bahwa kampanye mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut merupakan pr kaum intelektual. Ia mengajak para aktivis, mahasiswa, komunitas-komunitas peduli lingkungan serta masyarakat yang resah akan kejahatan terhadap ekosistem laut untuk mengampanyekan lewat media massa.

Oleh karena itu, menurut Jibriel, kehadiran ruang LautSehat.ID dapat mendukung upaya menjaga kelestarian laut.

“Silahkan manfaatkan LautSehat.ID ini untuk bisa merekam, mengarsipkan pikiran, dan artikel yang juga bisa dibaca (orang banyak), tidak hanya pada saat temen-temen ngeposting artikel itu.” pungkas Jibriel.

Reporter Bachtiar Yusuf | Redaktur Ghulam Ribath | Fotografer Rizqina Aida