Lpmarena.com— Dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2024. Aliansi Jogja Memanggil, Forum Cik Di Tiro dan Corong Api mengadakan diskusi berjudul “Diskusi Bencana Pembangunan: dari Ekonomi ke Sosial-Budaya” pada Sabtu (7/12). Diskusi ini menyoal tentang pelanggaran HAM oleh pemerintah lewat Proyek Strategis Nasional (PSN) di gedung Pusat Studi HAM UII.
Penggusuran lahan yang dilakukan pemerintah guna menjalankan PSN ternyata telah melanggar HAM. Pasalnya, untuk menjalankan program tersebut, banyak lahan masyarakat yang digusur secara paksa. Hal itu disampaikan Laksmi Adriani Savitri, staf pengajar Antropologi UGM.
Menurutnya, persoalan mengenai PSN dirasa penting untuk dibicarakan. Karena rezim Prabowo, memiliki program dan ambisi keberlanjutan dari rezim sebelumnya. Ambisi itu terlihat dari program prioritas yang gencar digaungkan pemerintah, yaitu swasembada pangan dan transisi energi. Sementara di balik itu, muncul beragam persoalan seperti, perampasan lahan masyarakat dan membabat habis ratusan hektar hutan.
“Jika dilihat dari dampak PSN pada sosial—budaya ini akan sangat terlihat. Mulai dari konflik, hilangnya kedekatan manusia dengan alam, hilangnya memori, dan identitas,” ujarnya.
PSN yang digadang-gadangkan, lanjut Laksmi, secara tidak langsung telah mencabut manusia dari akarnya. Misalnya, masyarakat adat yang terdampak pembangunan PSN harus tergusur dari tanah kelahirannya. Tidak sedikit, masyarakat kerap mendapat intimidasi dan represif dari aparat. Dengan begitu, mereka kehilangan budaya lokal yang selama ini dianut dan diwariskan nenek moyangnya secara turun-temurun.
Ia juga menjelaskan bahwa deforestasi hutan Papua yang dibabat guna kepentingan PSN telah menyumbang emisi karbon sebesar 782,45 juta ton CO₂ ekuivalen. Hal itu akan berdampak terhadap beberapa hal seperti, krisis iklim, pencemaran lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan gangguan kesehatan masyarakat.
“Tekanan dan intimidasi ini tidak menghasilkan apa-apa, hanya menambahan masalah kekerasan di sektor pertanian itu,” ujarnya.
Lebih jauh, Laksmi menjelaskan, ambisi pembangunan PSN yang terjadi di Papua telah menjadi alat penguasa untuk melakukan genosida. Menurutnya konflik yang terjadi akan lebih mempercepat proses genosida tersebut.
“Saya menyaksikan bahwa PSN ini sebagai alat genosida. Di Papua pada akhirnya menjadi genosida, saya sangat percaya itu. Karena sebetulnya tidak perlu Tentara,” terangnya.
Selain itu, Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law (CELIOS) berpendapat, bahwa masifnya pembangunan PSN ini telah merusak ketersediaan alam. Pasalnya, manusia memiliki obsesi untuk menciptakan dan membangun sesuatu yang baru. Padahal, efek dari pembangunan itu justru merusak tatanan lingkungan yang sudah ada.
“Kalau di perhatikan yang terjadi PSN ini bisa di tarik sebuah benang merah. Yang ada di rusak, menciptakan yang baru gagal. Bahkan hampir kayak di zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Banyak sekali proyek-proyek yang sebenarnya ini membuat kita menanggung hutang 130 tahun kedepan,” pungkasnya.
Reporter M. Hadziq Hibran (magang) | Redaktur Ridwan Maulana