Home MEMOAR Memoriku Terikat di Malam Sastra

Memoriku Terikat di Malam Sastra

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Lailatus Sa’adah*

Lpmarena.com- Hari ini, peringatan ulang tahun Arena ke-50. Sudah setengah abad ternyata usia Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang pernah menjadi tempatku bernaung menjalani aktivitas selain kuliah dan ngaji di Minhajul Muslim ini. Sekalian kusebut tempatku mondok biar gak dikira mahasiswa penganut paham komunis. Kurang lebih 10 tahun lalu, aku mulai menjadi bagian dari keluarga besar Arena. Bagiku, Arena bukan sekadar organisasi kemahasiswaan, tapi sudah bagaikan keluarga. Ya, khususnya untuk angkatanku “Majalah Sektor Informal”. Karena hampir separuh kehidupanku di Jogja kuhabiskan di Arena.

Jika ada yang bertanya, “pengalaman apa yang paling berkesan selama di Arena?” Sebenarnya tidak begitu banyak aktivitas yang membuatku merasa sangat terkesan. Kebanyakan aktivitasku di Arena seperti roda berputar. Jika tidak diskusi ya rapat atau menulis berita. Bisa dibilang aku ini sosok yang  jaga kandang, lebih sering di kantor Arena daripada berkegiatan di luar.  

Aku sendiri bukan anak Persma yang rajin ikut aksi. Jika kuingat-ingat sepertinya aku hanya ikut aksi satu kali, yaitu aksi Kamisan di Malioboro. Aku pun tidak pernah ikut kunjungan ke Persma lain terlebih Persma yang berada di luar kota Yogyakarta. Memang, beberapa kali aku pernah ikut kunjungan ke Ekspresi UNY dan Poros UAD. Kalau diingat, itupun masa-masa magang yang masih dalam tekanan angkatan atas. Jadi, kuanggap itu seperti keharusan.

Bisa dikatakan aku ini sosok introvert yang lebih nyaman dengan orang-orang yang sudah kukenal. Ditambah lagi posisiku di Arena adalah sebagai Pusda atau istilah lainnya Litbang  yang  lebih banyak berkutat di internal Arena daripada jalan-jalan keluar seperti Jarkom (Jaringan Komunikasi). Namun, tak jarang keinginan untuk memiliki banyak teman dari Persma lain pun ada. Jadi, tentu bukan kegiatan di atas yang membuatku terkesan.

Ada satu event yang menjadi agenda rutin tiap bulan, di mana seluruh anggota Arena dapat berekspresi sesukanya. Kami menyebutnya “Malam Sastra”, jika tidak salah mengingat, Mbak Isma Swastiningrum yang mempunyai ide membuat event menakjubkan tersebut. Di sini kami bisa tertawa lepas tanpa beban, raut wajah yang biasa tegang di tengah deadline berita itu berubah menjadi wajah wajah yang ramah dengan senyum merekah.


(Menari di Malam Sastra Arena, dari kanan ke kiri: Laila, Wulan, Ifa)

Satu momen malam sastra yang paling kuingat adalah ketika aku bersama Ifa dan Wulan unjuk gigi di depan teman-teman tampil sebagai penari Jawa memakai kebaya langkap dengan jarit dan selendang yang kami ayun ayunkan mengikuti alunan lagu. Aku sendiri merasa senang dan sedikit malu bercampur bahagia karena dapat menikmati malam sastra sebagai sebenarnya seorang Jawa yang menampilkan kearifan lokalnya. Salah satu hal yang aku impikan sejak masa SMP berlatih menari tradisional terlaksana di malam sastra itu. Meskipun aku sadar tarianku tak lebih seperti penari karbitan dengan gerakan yang amat kaku. Tetap saja aku bahagia dan inilah momen yang paling mengesankan bagiku.

Kuucapkan terima kasih kepada para sahabatku, Wulan dan Ifa yang bersedia mengajakku ikut serta berpartisipasi pada penampilan malam itu. Terima kasih pula untuk Mbak Isma yang telah menyediakan wadah yang begitu berharga bagiku. Tentunya terima kasih bolo-bolo Arena yang selalu jadi tempatku pulang setelah kuliah. Terkhusus terima kasih Arena karena telah ada dengan membawa berbagai alternatifnya menaungi berbagai macam karakter dan keahlian dalam satu tujuan dan bahtera yang sama.

Sekali lagi, selamat ulang tahun Arena yang ke 50. Tetaplah menjadi kancah pemikiran alternatif di tengah gempuran media digital mainstream yang banyak penikmatnya itu. Arena telah menjadi arsip yang menyimpan banyak memori bagi para anggotanya bahkan bagi pembacanya. Sukses selalu untuk Arena.

*Pusda angkatan 2015 yang tiap event selalu jadi tukang masak. Lumayanlah skill masakku jadi meningkat sekarang, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan masakannya duo Doel yang sudah pernah sukses membuka bisnis kuliner semasa kuliah | Foto Dokumentasi Pribadi