Home BERITA Warga Terbatas untuk Terlibat, Forum Jogja Kita 2025 Kritisi Arah Pembangunan Pariwisata Yogyakarta

Warga Terbatas untuk Terlibat, Forum Jogja Kita 2025 Kritisi Arah Pembangunan Pariwisata Yogyakarta

by lpm_arena

Lpmarena.com– Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar diskusi Forum Jogja Kita 2025 di Gedung Fakultas Filsafat UGM, Sabtu (25/10). Diskusi ini menyoroti masalah pembangunan pariwisata Yogyakarta yang minim melibatkan masyarakat. 

Muhammad Rakha Ramadhan, staf bidang advokasi Lembaga Badan Hukum (LBH) Yogyakarta, mengungkap sampai hari ini warga ataupun komunitas lokal terus terancam oleh pembangunan dengan dalih kepentingan pariwisata. Ia menyebut belum ada ruang bagi para warga untuk memiliki peran dan kontrol yang setara dalam menentukan suatu kebijakan.

“Semuanya harus dibuka, harus dicari bagaimana jalan keluarnya supaya tidak ada lagi pariwisata yang di mana pembangunannya justru menyingkirkan rakyat,” ungkapnya.

Menurut data pemantauan LBH Yogyakarta pada tahun 2022-2024, mencatat sudah terjadi delapan kali praktik penyingkiran rakyat atas dalih pariwisata di Yogyakarta. Salah satu diantaranya adalah dalam kasus relokasi PKL Malioboro. Rakha menemukan, selain pendapatan yang menurun drastis dari para PKL, terdapat jenis pekerjaan yang hilang seperti entitas pendorong gerobak. Hal ini membuktikan, tanpa ruang komunikasi yang terbuka menyebabkan terbatasnya mitigasi atas masalah yang kemudian terjadi.

Rakha turut menyoroti arah gerak Yogyakarta menuju Kota Warisan Dunia UNESCO yang dinilai tidak partisipatif. Pasalnya, ia menyebut, menurut instrumen konvensi UNESCO 2003, masyarakat atau komunitas harus dilibatkan dalam proses perlindungan dan pelestarian warisan budaya. Namun yang terlihat justru proses penyingkiran peran masyarakat atas hal tersebut. 

“Ada proses sosial yang terjadi menjadikan ruang itu menjadi sebuah kekhasan tersendiri yang tentunya perlu dijaga dan dirawat sebagai bentuk pelestarian tapi yang ada justru seolah-olah bentuk penyingkiran,” jelasnya.

Senada dengan hal itu, Muhammad Sanni Roychansyah, Dosen Pembangunan Wilayah dan Kota UGM, memaparkan perlunya evaluasi atas kondisi pariwisata di Yogyakarta. Ia menyebut, seringkali warga lokal justru terpinggirkan oleh pembangunan bahkan sekedar untuk menikmati ruang pariwisata.

“Saat proses penikmatan pariwisata, orang jogja justru termarginalkan karena padatnya wisatawan,” ujar Sanni.

Di samping itu, Erda Rindrasih, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, memaparkan, tidak hanya di Yogyakarta, tetapi juga di Labuan Bajo, Mandalika, ataupun di Toba, dalam setiap pembangunan pariwisata, kerap kali masyarakat terusir. Ia mengungkap, banyak investor yang berbuat curang dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk mendapat tanda tangan kesepakatan. 

Erda menjelaskan, semua lapisan harus terlibat mengetahui dan menyetujui perencanaan pembangunan, dari masyarakat maupun investor. Ia menyebut, kehadiran pemerintah sebagai fasilitator menjadi penting untuk mengawasi kebijakan seimbang menguntungkan kedua belah pihak. Terutama berpihak kepada masyarakat melalui pendekatan yang humanis.

“Masyarakat itu diuwongke (manusiawi), didengar suaranya, keluh kesahnya bagaimana,” pungkas Erda.

Reporter Nayla Aulia Qudsiy (magang) | Redaktur Ghulam Ribath