Home BERITA Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, GNP Tuntut Kebebasan Akademik di Kampus

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, GNP Tuntut Kebebasan Akademik di Kampus

by lpm_arena

Lpmarena.com— Gerakan Pendidikan Nasional (GNP) menggelar aksi peringatan Hari Sumpah Pemuda sekaligus memperingati satu tahun rezim Prabowo-Gibran di Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Rabu (28/11). Aksi tersebut menyoroti maraknya pembungkaman terhadap kebebasan akademik dan berekspresi di lingkungan kampus.

Gun Vara, selaku humas aksi, menerangakan dunia akademik semakin terancam akibat sikap represif aparat, terlebih sejak rezim Prabowo-Gibran menjabat. Kondisi tersebut mencerminkan kekuasaan ingin turut mengontrol kebebasan ruang berpikir di perguruan tinggi.

Padahal menurut Vara, kampus mestinya menjadi ruang aman bagi civitas akademiknya untuk berpikir, berekspresi, hingga menyampaikan kritik kepada pemerintah. Dengan begitu, kampus telah menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol kekuasaan.

“Kampus harusnya menjadi area yang netral, jauh dari kepentingan elit politik dan sifat militeristik. Ia harus menjadi ruang bebas akademik,” katanya saat diwawancarai ARENA.

Namun, kiwari yang terjadi justru sebaliknya. Ia menilai, belum genap setahun rezim Prabowo-Gibran berjalan, banyak dari aktivis, khususnya mahasiswa, yang mengalami tindakan represif dari aparat. Menurutnya, praktik represif dan pembungkaman kepada mahasiswa yang bersuara kritis mencerminkan kemunduran demokrasi di dunia pendidikan.

Ia memaparkan, jika kebebasan akademik di kampus dibatasi akan berdampak pada proses reproduksi ilmu pengetahuan. Jika hal itu terus dibiarkan, kampus hanya akan menjadi menara gading yang jauh dari realitas. Kampus tidak lagi berani membicarakan persoalan masyarakat karena telah dikontrol oleh penguasa.

“Ruang-ruang akademik yang ada di kampus harusnya bebas bicara. Jika represifitas ini terus dibiarkan, nantinya sama halnya seperti di era Soeharto. Itu bahaya,” jelasnya.

Menyadur cacatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyebutkan setidaknya 3.337 orang ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, serta 10 orang tewas saat aksi pada 25-31 Agustus 2025. Dengan masifnya penangkapan aktivis tersebut, rezim Prabowo-Gibran sedang menyebar ketakutan terhadap warga negaranya sendiri.  

Muhammad Ghozi, salah satu massa aksi sekaligus perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (BEM UNY), menjelaskan selama satu tahun rezim Prabowo-Gibran, pemerintah semakin menunjukkan wajah yang represif, khususnya terhadap gerakan mahasiswa. Ia menyebut, ribuan mahasiswa di berbagai daerah telah mengalami penangkapan saat melakukan aksi, termasuk di antaranya mahasiswa dari UNY.

“Salah satu dampak dari satu tahun jabatan Prabowo-Gibran adalah memunculkan pemerintahan yang represif. Itu terbukti dengan ditangkapnya ribuan teman-teman kita, khususnya dari UNY. Sementara birokrasi kampus hanya diam dan cuek,” katanya.

Menurutnya, alih-alih memberikan pendampingan moral dan hukum, birokrasi kampus justru cenderung abai dan turut merepresi mahasiswanya. Hal itu mencerminkan lemahnya tanggung jawab birokrasi dalam melindungi kebebasan akademik di lingkungan kampus.

Tidak hanya itu, ia sangat menyayangkan kebijakan kampus malah turut menambah bentuk represifitas kepada mahasiswa. Pasalnya, mahasiswa juga sering mendapat sikap represif dari birokrasi kampus saat menyuarakan aspirasinya.

“Pendampingan moral dan hukum oleh birokrasi kampus itu wajib. Tapi nyatanya birokrasi kampus tidak melakukan apapun,” tegasnya. 

Aksi yang berlangsung hingga malam hari ditutup dengan membacakan pernyataan sikap. Kemudian, sebelum massa membubarkan diri, mereka menyerukan agar sikap kritis mahasiswa tidak padam meski kebebasan berekspresi di kampus kian sempit.

Reporter Havines Orlando (magang) | Redaktur Ridwan Maulana