Home - Kyai Hamid

Kyai Hamid

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Sebagaimana juga kami,subhan adalah pemuda dari desa dilereng gunung berapi yang juga berdu nasib mencari sebungkus nasi dan segelas minum dikota yang konon katanya sangat indah dengan gedung-gedung yang menjulang angkuh keatas seakan menantang ketinggian langit, tapi juga sangat jahat dengan orang –orang seperti kami.
“kita akan berjalan sejauh apa lagi,kakiku sudah tak mungkin kuat,sudah terlalu lelah dan letih untuk melangkah” kata subhan tiba-tiba,membuyarkan pikiranku tetntang kota mewah ini.
“benar,kita memang perlu istrahat sejenak untuk kembali memnyimpan tenaga dan kembali bisa melanjutkan perjalanan” tukas arif tiba-tiba, meng-iya-kan subhan.
Akhirnya kami sepakat untuk sejenak istrahat ,melepas lelah dan penat pada senja yang kembali mulai masuk keperut bumi.disepanjang jalan trotoar yang ramai dengan hilir mudik manusia-manusia yang sibuk ,mencari seseuap nasi ,mungkin,atu bahkan lebih dari itu ,entah apa namanya,kami tak tahu.
Tanpa sebungkus nasi dan segelas air putih,kami akhirnya merebahkan diri diatas trotoar yang memanjang seakan beradu panjang dengan jalan raya yang membentang dihadapan kami.menahan rasa lapar dan haus yang sangat,kami hanya bisa saling melempar tatap dengan mulut terkunci,seakan lidah ini begitu berat membuka percakan,entah itu apa saja yang penting bisa sejenak melupakan rasa lapa dan haus ini.
Sedang dibarat gelap sudah menjemput malam,dan akhirnya suara adzanpun melengkin dari arah masjid diseberang jalan,kami pun kembali bertabrakan diantara tatap yang tak sengaja kami lempar,bingung,antara perut yang mulai terus berbunyi dan segera melangkah untunk datang kepanggilan tuhan.
“ ayo”,suara subhan memecahkan tatap tanpa makna itu,
Tanpa bertanya akhirnyapun kami semua berdiri ,tapi lagi-lagi bingung,ajakn subhan itu untuk segera melajutkan perjalanan atau segera melangkah kemasjid.dan kamipun kembali salaing menatap
“ayo kemasjid sembahyang dulu”
Kamipun melangkah menyeberangi jalan ,mengikuti langkah subhan yang begitu kencang,seakan disna sudah disiapakan hidangan istimewa.langakah kami semakin cepat mengejar subhan dan segera ingin tahu ada tidaknya hidangan itu seperti yang ada dalam benak ku.
Sesampainya dimasjid rupanya masih tak ada jamaah yang hadir,kecuali orang yang tampaknya mulai terlihat tua sedang duduk bersila membaca pujian sambil melihat kedatangan kami.tersenyum.segera kami mengambil air wudhu’ untuk segera bergabung mebaca pujian tombo hati yang udah tak asing lagi ditelinga kami,karena dulu sewaktu masih dikampung lagunya opick itu sering kami dengar bersama-sama.
Suara bapak tua didepan kami itu sudah agag parau meski terdengar masih sangat berkarisma.umurnya yang tua kami lihat tak memberi pengaruh yang berarti pada semanagt spritualnya.kamipun dibuat kagum pada hal yang sederhana itu,karena mungkin sewaktu masih dikampung ,sangat jarang kami temui orang macam dia,biasanya orang setua dia hanya duduk-duduk diatas kursi dari anyaman bambu dengan sepotong rokok kretek dan kopi sambil menunggu malam larut.karena itu yang banyak kami temui dikampung kami,tetangga-tetangga kami bahkan ada salah satu bapak diatara kami yang persis kerjaannya sama seperti itu.
Setelah cukup lama beliau berpujian-pujian akhirnya meminta pada salah satu diantar kami untuk segera iqomat.dan subhanpun kemudian mengambil microfon untuk segera iqomat.
Sholat berjama’ah akan segera dimulai ,dengan diimami beliau.orang tua yang bulum kami tahu namanya.
“allahuakbar”.
***
Setelah selesai sembahyang, kami akhirnya memutuskan untuk sejenak istrahat dalam masjid itu, mendinginkan tubuh kami yang belum tersentuh air dibawah kipas besar dipusar masjid.begitu dingin, pemilik sang maha dingin rupanya mulai tau dengan maksud hati kami.
“ kalian semuan dari mana?” tanya imam masijid itu tiba-tiba setelah selesai dari wiridnya yang agag panjang.pertanyaan itu tak pernah berubah, seakan-akan enggan mali rupa menjadi tanya yang lain.pasti tiap kali ada orng yang bertemu bahkan yang sempat bincang-bincang sebentar,menanyakan asal kami.sebenarnya kami enggan menjawab tanya itu,dan selalu memberikan segan untuk kembali mengingat-ngingat masa lalu.
“kami ini musafir pak, yang sesekali mencari sesuap nasi dan segelas air” jawabku sekenanya saja.karena mungkin hanya itu yang ada dalam benakku, arif dan subhan sama-sama melempar tatapnya padaku,dimata mereka rupanya kutemukan jawaban yang tak beda jauh dengan ku.
“ Nama kalian siapa?”
“ Yudhi”
“ Arif “
“Subhan “
“ Bapak sendiri siapa” tanya kami hampir serempak.
“ Hamid nak,”
Dan kamipun dibawah menuju peta cerita yang panjang, melintasi waktu dan masa yang teramat lampau dari hidup kami,mengarungi masa hidupnya kala itu, menantang ombak dan gelombang ditengah laut ,sekedar untuk menitipkan surat gelisah pada mendung yang tak kunjung memuntahkan hujannya. Beliau serupa kami yang harus merelakan banyak waktunya tersita oleh kegelisan dan keraguan.
“ Barang kali pertemuan kita ini memang telah dicatat olehNYA dibuku catatan hariannya, aku seorang yang sama persis dengan kalian, bahkan kadang kala itu aku tak jarang melebihi kalian, melintasi gunung dan bukit menyebarangi lautanpun bahkan pernah ada dalam cerita masa remajaku, menantang maut; ditangkap polisi karena salah tangkap,dikejar-kejar satpol PP pada waktu penertiban pengamen dan orang –orang jalanan,dan akhirnya aku tertambarak mobi,”
Kami diam membisu tanpa suara, hanya desah nafas,suara satu-satunya yang keluar dari tubuh kami, berkejaran kadang tinggi kadang rendah,mendengar cerita pak hamid hati kami jadi miris.
“ Dari sanalah awal cerita hidupku dimulai,meski luka tabrakan itu tak cukup parah,tapi hati pemilik mobil itu seakan terketuk untuk menolong aku,anak yatim piatu yang hanya sebatang kara melintasi terjalnya alam hidup.beliau bak malaikat dalam hidupku,membawaku kerumah sakit dan kemudian membawanya kerumahnya yang cukup mewah untuk ukuran kota ini,niat beliau untuk mengantarku pulang keorang tuaku sekaligus meminta maaf ,urung,karena akhirnya kukatakan orang tuaku telah tiada sejak lima tahun silam, tapa pikir panjang beliau mengangkatku sebagai anak,seakan tak ada kecurigaan sedikitpun terhadapku,hatinya yang tulus benar-benar terbuat dari berlian yang sangat indah,dan akupun senang menjadi bagian dari keluarga itu,semakin banyak pelajaran hidup yang kudapatkan,semakin banyak pulalah coba’an hidup yang sengaja mengahpiriku silih berganti.keluarga kecil kami yang hanya terdiri dari aku dan kedua orang tua angkatku.sejak saat itu aku merasa sangat bahagia, minamal tak ada lagi nama yatim piatu dibelakang namaku, namun benar memang manusia hanya sebagai perencana ulung terhadap cerita hidupnya,dan tuhan tetap sebagai pemilik sah segala keputusan,tuhan berkehendak lain dengan cerita hidup yang baru saja aku tulis, kami pun mengalami kecelakaan mobil yang merenggut nyawa kedua orang tua angkatku, anehnya pada kejadian itu hanya aku korban kecelakaan yang tak ada luka sedikitpun,hal itu juga semakin meyakinkan aku kalo sang pemilik malam dan siang benar-benar telah melemparkanku pada jalan hidup yang indah,”
Pak hamid berhenti sejenak untuk mengatur deru nafasnya, pun begitu dengan kami, hampir tak ada satu katapun yang terlewatkan untuk kami dengar,ceritanya mengandung ribuan mutiara yang harus sesegera kami cari, kemudian belajar dari cerita hidupnya untuk menuju hidup yang lebih baik kelak, seumpama kunang-kunang kami adalah malam-malam yang butuh sinarnya, menerangi setiap detik dari gelap menuju ke gelap yang lain,untuk kemudian menemukan puncak dari malam dan siang.begitulah kira-kira sosok yang sedang bersila dihadapan kami ini, beliau kembali menarik nafas dalam-dalam, mungkin telah siap untuk kembali meneruskan cerita hidupnya.
“ dan akupun kembali yatim piatu dengan segala keterbatasan, pada saat yang bersamaan aku memilih meninggalkan rumah itu dengan tujuan membangun kembali hidupku tanpa bayang-bayang kemewahan dan ketenaran orang tua angkatku,semua harta termasuk rumah dan sertifikat tanah aku wakafkan untuk anak-anak yatim yang lain,anak-anak terlatar yang dirampas haknya sebagai bangsa yang bertanah air,dan aku lebih memlih hidup dengan alam, bercanda gurau, bersedih dan berria duka bersama,bagiku mampu memberi dari segala keterbatasan lebih indah rasanya ketimbang meminta pada ketenaran dan kemewahan.hingga akhirnya aku hidup dari masjid kemasjid dengan riski tuhan yang tak pernah putus-putusnya menetes kekehidupanku,kalian mestinya memperbanyak bersukur karena kalian tidak yatim dan piatu”
Tiba-tiba kami terhenyak dari diam, mendengar kalimat itu, seperti petir yang menyambar disiang bolong.
“ya sudahlah tak usa kalian pikirkan panjang-panjang, ini uang buat makan,kalian belum makan kan? Aku pergi dulu , salamualaikum.”
“ wa’alaikum salam warahmatullahiwabarkatu” jawa kami serempak ,sambil menatap kepergian pak hamid yang tiba-tiba hilang pas ditengah-tengah pintu masjid.
Tatapan kamipun kambali bertambrakan dengan segudang pertanyaan dan rasa penasara diotak,diam ,bisu sunyi telah mencapai puncak kalimaksnya.tiga lembaran uang ratusan ribu yang sempat aku lihat tadi msih ada dihadapan kami,pun tak mampu mengalihkan gemuruh rasa galau didada dan otak. Antara percaya dan tidak.
Seakan ada yang menggerakan tiba-tiba ada keinginan untuk mengejar sang empunya uang itu.kami pun bergegas pergi keluar masjid menuju arah yang tak satupun dari kami tahu.yang ada dalam otak kami hanya ingin segerah menemukan jawaban dari kejadian tadi.tiba-tiba mobil chavrolet warna putih mengkilat berhenti didepan kami,pas didepan pintu gerbang masjid yang juga jadi tempat mangkal tukang becak.
“assalamualaikum”
“wa’alikumussalam”
“numpang tanya dek ,dalemnya kiyai hamid dimana ya?” tanya orang berdasi pemilik mobil chavrolet putih itu.
Aku bingung ,apa yang mesti dijawab, kuliahat arif dan subhan,dimata mereka kutemukan kebingungan yang serupa dengan yang aku rasakan.bisu,kembali hening,orang itu hanya menatap kami lekat,tajam,mengindikasikan kalau ia sangat berharap pertanyaannya segera dijawab.seakan-akan membaca kebingungan kami, dua orang abang becak datang menghampiri.
“kiyai hamid itu wali, tak seorangpun tau dimana tempat tinggalnya,bahkan tak jarang ada masyarakat sekitar sini yang sering ketemu kiyai hamid diluar daerah,dimasjid-masjid,padahal diwaktu yang bersamaan kiyai hamid tak pernah absen sembahyang dimasjid ini,bahkan adzan sekalipun, tak seorangpun disini yang tau siapa beliau sebenarnya, tapi yang pasti dibenak orang-orang sini beliau wali ,karena sakti bisa berada dimana-mana.”
Jawaban tukang becak itu semakin membuat kami terperanjat tak percaya.benar-benar tak percaya.tidak ada sepuluh menit kami mengdengarkan langsung dari bibir kiyai hamid tentang cerita hidupnya dan perjalanannya yang dianggap terjal,kini tiba-tiba kami dikejutkan dengan identitas waliullahnya,ku lihat orang itu kembali menuju mobilnya,dan dua abang becak kembali duduk diatas becaknya,kami mematung berdiri dengan tatapan kosong,dengan kecamuk rasa dan gemuruh yang mendebur-debur tentang kiyai hamid.[Andi]