Tulisan ini dibuat oleh Tim Justicia, salah satu peserta Debat *)
Sebuah usaha untuk memperjuangka hak asasi manusia yang diadakan oleh Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga pimpinan Romel Maskuri bekerja sama dengan organisasi KONTRAS dan SMI (Social Movement Institute) telah berujung pada pelanggaran hak para peserta lomba Debat memperingati hari HAM . Kelompk Justicia yang terdiri dari Waskito Jati (JS 2010) Lisa Pardani (JS 2010) dan Janwar Wely Husin (IH 2010) yang telah memenangkan ronde semi final dan berhak masuk ke babak final, secara sepihak dibatalkan keikutsertaannya dalam babak final karena kemalasan panitia untuk mengurus nilai semifinalis lain yang kebetulan sama (draw).
Keputusan sepihak ini dilakukan setelah tiga menit sebelumnya disebutkan bahwa Tim Justicia telah memenangkan babak semifinal melawan organisasi gabungan mahasiswa sulawesi dan berhak atas tempat di babak final. Hiruk pikuk dan kebahagiaan Tim Justicia pun berakhir. Berubah menjadi rasa malu dan kekecewaan yang mendalam pada saat panitia secara tiba-tiba mengubah sistem penilaian ditengah proses pengumuman hasil semifinal menjadi sistem nilai keseluruhan dari semua semifinalis, dan diambil tiga besar dari enam semifinalis.
Sebuah peraturan yang tidak pernah diinformasikan kepada peserta sejak technical meeting hingga menjelang babak semifinal, dan menyalahi peraturan yang dibuat oleh panitia sendiri. Kesewenang-wenangan panitia yang diamini oleh Kontras dan SMI ini adalah sebuah praktek kecurangan dan ketidakadilan yang bertentangan dengan apa yang menjadi tema dari lomba debat Ham itu sendiri. Setelah sehari berdebat tentang solusi yang terbaik untuk menyeret pelaku pelanggaran HAM di Indonesia, panitia sendiri bergabung dengan penjahat itu dengan tindakan tidak adil yang dilakukan mereka.
Ketidakprofesionalan panitia sebenarnya telah dicium oleh dua tim dari Universitas Gajah Mada yang pada akhirnya mengndurkan diri karena melihat persiapan panitia yang meragukan. Pada saat Tim Justicia mendaftar dalam lomba yang terkesan buru-buru untuk menghabiskan dana diakhir tahun tersebut, setelah membayar biaya pendaftaran yang tidak sedikit, mulai tercium ketidak seriusan dari panitia. Tempat lomba yang awalnya diberitahukan akan dilaksanakan di ruang teatrikal Fakultas Syariah, ternyata harus dipindah ke Teatrikal Fakultas Dakwah.
Contoh ketidakprofessionalan lainnya adalah mosi-mosi yang dijadikan tema dalam lomba debat tersebut. Terdapat kesalahan penulisan dari nama Hendropriyono, salah satu yang dituduh sebagai dalang dalam kasus Tanjung Priok, menjadi Hendripriyono. Tim yang merasa bingung dan mencoba mengklarifikasi kepada panitia dijawab bahwa yang tertulis tersebut adalah benar. Walaupun akhirnya panitia mengaku jika penulisan tersebut adalah salah setelah dikonfrontasi oleh penonton pada saat mosi itu akan dipertandingkan. Masih banyak ketidakprofesionalan lain yang dapat disebutkan, mulai dari hal yang kecil tentang fakta bahwa acara terlambat dilaksanakan selama dua jam, hingga kondisi ruang dan sekitarnya yang sangat kotor.
Hal diatas semua adalah hal kecil yang menunjukkan ketidak mampuan Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dalam menyelenggarakan sebuah acara. Namun mari kita bahas ketidakadilan dan pelanggaran hak yang dilakukan oleh panitia sendiri terhadap peserta terutama terhadap Tim Justicia. Pertama, Tim Justicia diberikan mosi satu hari sebelum acara. Mosi tersebut terdiri dari dua belas tema yang cukup sulit untuk dibahas dan dicari solusinya hanya dalam waktu kurang dari dua belas jam. Waskito Jati yang pada tanggal 18 Desember mewakili Tim Justicia mendaftar di Kantor Senat UIN Sunan Kalijaga, dengan jelas bertanya apakah mosinya sudah ada dan dapat Tim Justicia terima? Zainur Rifa, perwakilan Senat yang pada saat itu menerima Waskito Jati mengatakan dengan jelas bahwa mosi akan diberikan pada saat Technical Meeting. Namun apa yang Tim Justicia temui pada saat Technical Meeting tanggal 19 Desember adalah fakta bahwa ternyata mosi sudah disebarkan lewat facebook berhari-hari sebelumnya. Tim Justicia masih mengalah pada saat itu dan memilih mengubur diri dalam materi hukum hak asasi manusia hingga Konferensi Jenewa.
Ketidakadilan selanjutnya yang dilakukan oleh panitia adalah perbedaan waktu persiapan materi yang diberikan pada peserta. Pada saat pengumuman tim-tim yang masuk dalam babak semifinal, Tim Justicia sebagai salah satu tim yang masuk dalam babak itu hanya diberi waktu sekitar tiga menit untuk mempersiapkan materi. Sedangkan pada saat yang sama, dua tim yang bertanding setelah Tim Justicia sudah diminta untuk mengambil mosi yang akan dipertandingkan nantinya. Itu berarti tim dari FKPH UII dan Bahari 1 yang akan bertanding setelah Tim Justicia melawan persatuan mahasiswa Sulawesi, memiliki waktu sepanjang Tim Justicia menyelesaikan pertandingannya, yang kira-kira memakan waktu empat puluh lima menit. Bayangkan perbedaan waktu persiapan yang jauh berbeda tersebut, satu pasang tim hanya diberi tiga menit sedangkan dua pasang tim semifinalis lainnya diberi lebih dari tiga puluh menit waktu persiapan.
Hal ini adalah sangat penting diperhatikan karena hasil semifinal ini secara sepihak seperti yang kami sampaikan diatas, diganti tidak berdasarkan siapa yang menang dalam setiap pertandingan semifinal akan tetapi diganti berdasarkan skor secara keseluruhan semua semifinalis. Bagaimana semua semifinalis dapat disamakan standar skornya pada saat waktu persiapan dan mosi yang dibahas adalah semuanya berbeda. Lagi pula dengan jelas disebutkan dalam peraturan yang dibuat panitia bahwa lomba ini akan mengggunakan sistem gugur. Hal ini adalah gamblang terlihat tidak adil dan melanggar hak para peserta.
Kenapa melanggar hak para peserta? Pertama adalah karena antara panitia dan peserta terdapat hubungan kontrak yang jelas. Peserta membayar sejumlah biaya pendaftaran (Rp. 250.000) per tim. Dampak dari pembayaran ini adalah kewajiban dari panitia lomba untuk memberikan fasilitas yang dijanjikan seperti makan siang, dan juga termasuk waktu persiapan yang sama dan juga kejelasan peraturan. Tim Justicia telah dilanggar haknya oleh Panitia lomba dengan diberikan waktu persiapan yang jauh lebih sedikit. Parahnya adalah pada saat Tim Justicia jelas-jelas memenangkan babak semifinal melawan persatuan mahasiswa sulawesi dengan nilai 865, hak tim Justicia untuk maju ke babak final direbut oleh panitia dengan alasan kebijakan panitia tidak dapat diganggu gugat.
Kami tekankan sekali lagi. Tim Justicia memenangkan babak semifinalnya. Tim Justicia SUDAH diumumkan masuk babak final. Dua menit kemudian dengan alasan salah komunikasi, sistem penilaian dirubah seenaknya oleh panitia karena ada pertandingan antara Tim Management Dakwah A dan IKMDI yang mendapat nilai yang sama yaitu 880. Walaupun kedua tim tersebut memiliki nilai yang sama namun bukan berarti KEDUA tim tersebut memiliki hak untuk masuk ke babak final sedangkan tidak ada dari pertandingan antara Tim Justicia dan Peserikatan Mahasiswa Sulawesi yang masuk final. Jelas panitia malas untuk mengurus nilai yang sama tersebut dan membuat keputusan untuk memasukkan kedua tim ke babak final dan menelantarkan hak Tim Justicia atas tempat di babak final.
Kami dari Tim Justicia tidak perduli kami menang atau tidak, akan tetapi apa yang dilakukan oleh panitia ini melanggar apa yang sudah selama dua hari ini kami dalami untuk lomba ini sendiri. Bahwa hak adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Memang yang kami bahas bukanlah sebuah penculikan atau pembunuhan, akan tetapi sebuah hak yang muncul dari sebuah transaksi yang sah ini adalah sama pentingnya dengan kasus-kasus besar lainnya. Asas perlakuan yang adil berlaku dimana dan dalam kasus apa saja. Apakah anda terima jika anda membeli suatu jasa yang sama namun mendapatkan fasilitas yang berbeda? Tentu saja tidak. Inilah alasan kenapa kami menuntut kepada panitia untuk mengembalikan uang pendaftaran kami dan meminta maaf serta mengakui kesalahannya secara resmi.
Semoga Senat Mahasiswa UIN dapat melihat bahwa protes ini adalah sebuah protes yang beralasan dan tidak hanya bualan orang yang kalah saja. Karena kami tidak kalah, kami menang di babak semifinal hanya saja anda tidak sabar untuk segera pulang ke kos sehingga hak kami dilanggar. Kami masih percaya bahwa tindakan Senat Mahasiswa ini tidak mencerminkan karakteristik mahasiswa UIN Sunan Kalijaga pada umumnya, walaupun sebenarnya Senat juga adalah perwakilan dari mahasiswa. Namun kami masih percaya apa yang diucap oleh Soekarno sendiri “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia.” Semoga panitia lomba debat HAM di UIN Sunan Kalijaga ini masihlah termasuk dalam pemuda yang dikatakan Soekarno tersebut.
*) Tim Justicia terdiri dari Waskito Jati, Lisa Pardani dan Janwar Wely Husin