Home - Hidup Untuk Mati

Hidup Untuk Mati

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh Imroatus Sa’adah

Tulisan ini berawal dari rasa heran saya ketika setiap kali kendaraan yang saya tumpangi diwajibkan berhenti di lintasan kereta api hanya demi mempersilahkan  kereta api melaju dengan seenaknya. Mentang-mentang punya jalur sendiri, dengan wajah yang tanpa dosa, kereta api dengan santainya menghentikan secara paksa kendaraan-kendaraan lain yang sedang asyik melaju. Tak ketinggalan juga di sela-sela menunggu kedatangan kereta api yang akan melaju, suara nyaring seorang perempuan yang tak pernah memperkenalkan dirinya itu selalu berkata “palang kereta api bukanlah alat penyelamat, namun hanya sebagai alat bantu. Sudah banyak saudara kita yang meninggal dunia dengan sia-sia karena kelalaiannya.”. mendengar kata-kata itu saya sering tertawa sendiri. Saya heran kenapa orang yang meninggal dunia karena tertabrak atau pun menabrakkan diri pada kereta api itu selalu disebut “meninggal dunia dengan sia-sia”?

Entah apa jawabannya karena saya belum pernah menanyakan langsung kepada perempuan yang tak berwujud yang telah berkata seperti itu. Namun, saya rasa orang yang meninggal dunia karena tertabrak atau pun menabrakkan diri pada kereta api itu adalah orang hebat. Kenapa saya mengatakan seperti itu? Karena mereka telah berjasa bagi semua orang. Dengan kematiannya tersebut, mereka meninggalkan pesan yang sangat berharga yaitu jangan meninggal dunia dengan cara menabrakkan diri pada kereta api karena anda akan meninggal dunia dengan sia-sia.

Saya rasa, semua orang tidak akan meninggal dunia secara sia-sia. Namun, justru hidup itu lah yang sia-sia. Sekuat apa pun kita bertahan hidup, sekeras apa pun kita berjuang dalam hidup, toh ujung-ujungnya hanya satu yang kita dapatkan, yaitu kematian.

Dalam kehidupan, ada orang yang selalu berjuang tanpa kenal lelah, ada juga yang selalu beribadah dan pasrah dengan takdir, serta ada pula yang selalu mencoba menyeimbangkan antara berjuang dan mengikuti takdir. Semua yang mereka lakukan adalah percuma. Karena pada dasarnya kita itu dihidupkan hanya untuk dimatikan. Dan manusia itu serasa seperti sebuah boneka yang selalu saja menurut kepada yang memainkan.

Mungkin cara memperoleh kematian itu lah yang berbeda-beda, tinggal kita mau memilih dijemput atau menjemput kematian, atau bahkan saling jemput-menjemput. Pilihan ada ditangan kita sendiri. Karena tujuan hidup hanya ada satu yaitu mati.