Lpmarena.com, Novelis Andrea Hirata berkeyakinan bahwa menulis itu seperti sidik jari. Yang ketika dibaca satu paragrafnya bisa ditentukan siapa penulisnya.
“Saya percaya menulis tak bisa diajarkan, karena yang ada dalam diri Anda itulah harta karun yang paling bernilai dalam diri Anda,” katanya dalam acara Obrolan Pembaca Ayah, novel terbaru Andrea di perpusatakaan pusat lantai II UGM, Senin (15/6).
Bagi Andrea, sastra seperti main bola. Dimana orang dengan mudah memberi kometar, tetapi ilmunya sedikit yang tahu. “Ilmu nulis banyak. Be spectical with that. Sebenarnya kita dapat ekor-ekornya saja. Belajarlah dari orang benar. Jangan mudah percaya penulis siapapun sekalipun mulut saya. Trust yourself,” tuturnya.
Sebelum sukses seperti sekarang dahulunya Andrea juga mengalami masa-masa sulit dalam menulis. “Saya memiliki novel yang tidak saya terbitkan sebanyak 15 buah. Untuk saya belajar. Nikmati prosesnya, risetnya,” aku pria asal Belitong ini.
Ia juga membeberkan rahasia kenapa bukunya banyak yang laris, tidak lain karena cerita-cerita Andrea dialami banyak orang. “Kenapa penjualan tinggi? Bukan karena saya jenius, karena saya nulis kisah-kisah yang dialami banyak orang,” kata Andrea.
Andrea sendiri mendefinisikan dirinya sebagai storyteller. Dimana ciri-ciri dari penulis jenis ini pertama membentuk pembaca yang judge mental. “Anda tidak bisa netral dalam karya saya,” ucapnya. Ciri kedua, penulis memiliki rasa (sense) yang kuat di waktu dan tempat.
“Kalau ingin jadi penulis define dulu. Kalau sudah men-define misal jadi novelis, define lagi ada di surealis, story teller atau religi? Soalnya ilmunya berderak bagai sungai,” ujar pria yang karya-karyanya diterbitkan dalam 34 bahasa ini.
Di kesempatan sebelumnya juga selama kunjungannya di Jogja dalam acara meet and greet Andrea Hirata di Toga Mas Kota Baru, Minggu (14/6), Andrea menuturkan ia menganut tiga filosofi dalam menulis. Pertama, belajar terus menulis dengan baik. Kedua, Andrea akan menunjukkan darimana dan bagaimana ia berasal. Ketiga, Andrea akan memperlihatkan apa yang ia capai.
Meskipun begitu, dari banyak urainnya Andrea lebih menekankan untuk memulai semua dengan kebaikan. Merendahkan diri di depan Tuhan untuk kebeningan hati. “Jadi penulis yang baik itu begini: menjadi orang yang baik lebih penting daripada menjadi penulis yang baik,” ucapnya mantap. (Isma Swastiningrum)