Home BERITA Kisah Mualaf dalam “Bait-bait Multazam”

Kisah Mualaf dalam “Bait-bait Multazam”

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email
Novel "Bait-bait Multazam" karya Abidah El Khalieqy.

Novel “Bait-bait Multazam” karya Abidah El Khalieqy.

Merespon mengenai perjalanan seorang mualaf dan perlakuan hidup yang dihadapi mualaf, Abidah ciptakan novel “Bait-bait Multazam”.

Lpmarena.con, Sastrawan Abidah El Khalieqy kembali melahirkan novel terbarunya yang ke-14 berjudul Bait-bait Multazam. Novel yang berkisah tentang perjalanan seorang mualaf ini merupakan cerita yang hadir dari kisah nyata.

“Tema besarnya tentang mualaf. Ini menyangkut tentang kepercayaan. Tentang anak muda yang begitu yatim di setiap sisinya,” kata Abidah dalam acara diskusi novelnya tersebut di Teatrikal Perpustakaan UIN Suka yang juga menghadirkan pembedah Farid Mustofa, dosen Filsafat UGM. Diskusi ini juga merupakan parallel event dari ulang tahun Teater Eska ke-35.

Mengambil latar tempat Timur Tengah seperti Damaskus, Jeddah, Madinah, dan lainnya kata Abidah Bait-bait Multazam dibuat dengan tujuan bagaimana pemikiran dalam novel itu bisa merevolusi pada sesuatu yang lebih baik dan mencerahkan. Selain itu sebagai kritik terhadap tokoh muslim di Indonesia dalam memperlakukan mualaf.

“Saya merasa malu dengan apa yang dilakukan dengan tokoh muslim kita. Ketika seseorang jadi mualaf, gak ada apresiasi,” ujar perempuan yang juga penulis buku Perempuan Berkalung Sorban ini. Lebih lanjut Abidah berharap novelnya bisa memberikan kesadaran lebih untuk keimanan pembaca.

Menurut Farid menjabarkan gagasanWill James, orang beragama ada dua jenis. Pertama beragama karena ritual saja. Di mana seseorang beragama tapi tak menggetarkan apapun. Kedua wise born, orang yang beragama karena benar-benar butuh Tuhan sehingga ia seperti dilahirkan kembali.

Untuk mencapai wise born, banyak cara yang bisa dilakukan dan dalam prosesnya mengalami guncangan-guncangan. Proses tersebut bisa dalam agama yang sama misal Islam ke Islam, atau ke lain agama misal Kristen ke Islam, dan lainnya. ”Menghamba bukan karena takut, tapi karena hijab,” tutur Farid enigmatis.

Reporter dan Redaktur: Isma Swastiningrum