Home - Perempuan Ladang Sasaran Pasar

Perempuan Ladang Sasaran Pasar

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Anis N. Nadhiroh*

Ini sudah menjadi lagu lama. Karena dalam perkembangannya perempuan menjadi sasaran berbagai produk pasar. Hal ini menjadi kegelisahan tersendiri jika yang menjadi sasaran pasar tidak menyadarinya.

Sementara saya dewasa kini, hanya mampu melihat dan merenungi permainan pasar yang licik itu. Hingga kawan diskusi saya juga resah melihatnya. Kenapa harus perempuan? Berdasarkan beberapa komentar dari kawan saya, kurang lebih seperti ini; karena perempuan kebutuhannya terlalu banyak. Tidak hanya kebutuhan pokok, tetapi kebutuhan pribadi yang harus dipenuhinya.

Pemenuhan kebutuhan itu memang sudah menjadi keharusan. Iya memang keharusan yang seharusnya dipenuhi. Tetapi dalam benak saya juga muncul pertanyaan: yang dimaksud keharusan yang seperti apa yang seharusnya dipenuhi?

Dari beberapa obrolan dengan kawan ngopi saya, dia bilang keharusan yang seharusnya dipenuhi perempuan dewasa kini malah menjadikan ia tidak mampu membedakan antara yang mana kebutuhan dan yang mana yang menjadi keinginan. Hal ini dikarenakan perempuan yang seperti ini, dialah yang mengikuti budaya pop, ia yang update style dan mode.

Oke, biar tidak terkesan kurang update (kudet) baiklah mengikuti budaya pop yang setiap waktu selalu berganti style, tetapi apa coba keuntungan mengikuti perkembangan mode yang tidak ada habisnya itu? Biar penampilannya menarik dan terkesan gaul begitukah? Boleh juga memakai alasan begitu. Tetapi coba bayangkan, dengan alasan yang seperti itu siapa yang kamu untungkan perempuan? Dirimu sendri? Tidak. Kamu hanya menguntungkan mereka (pemodal) yang mengeluarkan produknya.

Disadari ataupun tidak, atribut ‘cantik’ yang disematkan dalam perempuan karena telah mengikuti mode menjadikan ia tak mampu mengaktualisasi dirinya sebagaimana mestinya. Walaupun ada beberapa perempuan yang tidak mengindahkan hal itu mayoritas perempuan akan merasa senang jika kecantikkan karena mengikuti mode itu disandarkan pada dirinya.

Anggapan yang tumbuh subur tersebut menjadikan kesempatan para pemodal untuk memanfaatkan hal itu. Si Marx pernah bilang dalam teorinya mengenai Materialisme Dialektika Historis (MDH). Ia mengungkapkan bahwasanya apapun yang terjadi sekarang tidak terlepas dari sejarah yang membentuknya. Pun demikian dengan perempuan yang telah dieksploitasi penampilannya.

Hal ini dapat dilihat juga pada berbagai produk-produk di pasaran, di sana banyak perempuan yang menjadi model pemasaran produk. Walaupun perempuan (si model) merasa senang dengan profesinya, tetapi pada dasarnya penampilannya telah dieksploitasi demi kepentingan pasar. Jadi tak telaklah, apabila perempuan memang seharusnya menjaga penampilannya.

Di sana seolah-olah memang sudah menjadi siklus posisi perempuan yang dimanfaatkan oleh pemodal dan juga untuk kepentingan pemodal. Betapa liciknya pemodal-pemodal itu.

Dengan adanya siklus tersebut, seolah-olah sudah dikonstruk oleh pasar bahwa penampilan perempuan itu adalah ‘penting’. Pun dengan anggapan pentingnya penampilan perempuan ini, para pemodal atau kaum borjuasi telah memanfaatkan moment ini, sehingga pemodal dengan gencar-gencarnya memproduksi berbagai keperluan perempuan, seperti alat-alat kosmetik, fashion, dan berbagai keperluan pribadi perempuan.

Penulis di sini akan mengupas salah satu contoh di atas. Fashion misalnya, dari tahun ke tahun berbagai fashion sering update dengan stlye masing-masing. Kalau mengikuti budaya pop, contohnya saja pada hijab yang dikenakan perempuan, dari tahun ke tahun berbagai hijab style telah mewarnai jagad pasar ini. Dilihat saja hijab fatin yang baru tahun kemaren kini sudah ada model hijab terbaru dengan model fatin juga. Hijab Syahrini dan berbagai hijab artis yang telah menjadi momok modelnya.

Dengan varian hijab tersebut, mayoritas telah menjadikan hilangnya hakikat keberadaan hijab yang dikenakan perempuan. Hijab yang seharusnya menutupi bagian tubuh yang wajib ditutupi tetapi karena mengikuti mode hakikat hijab itu telah tergeserkan.

Bagi perempuan yang masih gencar-gencarnya mengikuti budaya pop tersebut terkadang sering melupakan akan hakikat kehidupan perekonomian yang seharusnya mampu membedakan mana yang menjadi kebutuhan dengan keinginan.

Seandainya kita mampu melihat maksud dari produk yang ditujukan kepada perempuan tersebut, kemungkinan pasar akan menjadi kelabakan menentukan tujuan dari produknya. Akan tetapi, kemungkinan masih sedikit perempuan yang sadar akan keberadaannya yang telah tereksploitasi tersebut. Buktinya masih banyak perempuan yang lebih hedon, menyukai shoping sebagai hobi yang telah dipilihnya, pun demikian masih banyak perempuan yang lebih suka memilih pergi ke salon kecantikkan untuk mencapai standar kecantikkan maksimal.

Naomi salah satu feminis Amerika bilang karena demi mencapai kecantikkan yang hendak ia raih, perempuan telah berlomba-lomba dengan sesamanya yang dengan maksud dan tujuan ingin memenangkan sesuatu. Budaya saat ini telah membalikkan anggapan bahwa perempuan harus cantik agar dapat memenangkan proses seleksi ini.

Persaingan antar perempuan telah menjadikannya antar perempuan yang satu dengan yang lainnya telah mengalami keterpisahan satu sama lain. Anggapan umum, identitas perempuan dinggap melekat pada ‘kecantikkan’, sehingga kita perlu merasa berhati-hati untuk menunjukkannya pada dunia luar, menampakkan harga diri yang paling vital dan sensitif ini. Oleh sebab itu, update style dan mengikuti mode sehingga hal itu dianggap suatu yang membuat perempuan itu berpenampilan cantik telah menjadi kontrol dalam kehidupan sosial.

Penghancuran terakhir atas asumsi kecantikkan bagi perempuan telah merusak secara fisik maupun psikologis. Dalam hal fisik atau materialis itu misalnya kalau dalam ranah kosmetik yang dimungkinkan telah mengandung bahan berbahaya untuk dipakai, hanya karena perempuan ingin mencapai kecantikkan dia tetap menggunakannya. Hingga pada akhirnya banyak berbagai macam penyakit yang ditimbulkan atas hal ini, misal kangker kulit dan lain sebagainya. Sedang kerugian dalam ranah psikologis, perempuan merasa dituntut untuk selalu berpenampilan modis, mengikuti perkebangan zaman, sehingga jika perempuan tidak melakukan hal ini kemungkinan dalam jiwanya mengalami keminderan tersendiri. Nah, jika kita ingin membebaskan akan bahayanya efek samping dari berbagai produk tersebut maka kita membutuhkan cara pandang yang baru mengenai kecantikkan yang disandarkan pada perempuan.

Oke, perempuan yang seharusnya sadar akan hal ini, mempercantik diri mungkin bisa dibilang suatu hal yang penting, tetapi hal ini bukan menjadi momok utama. Masih banyak hal yang perlu dilakukan, antara lain mengalokasikan uang yang biasanya buat kemenangan pemodal diarahkan ke perpustakan atau ke pusat pembelanjaan buku, supaya kapasitas otak bisa bertambah. Dengan bertambahnya kapasitas otak, perempuan mampu merebut hak-haknya yang selama ini masih dalam lingkupan bayangan semu. Semangat dan bangkitlah perempuan yang tertidurkan!

 

*Perempuan yang sedang memperjuangkan dirinya dari sasaran pasar dan karya ini terkhusus Arena sewaktu hadiah Ulang Tahun ke-41. Selamat ulang tahun rumah kasihku.