Lpmarena.com, Cahaya warna lampu bohlam perlahan memperlihatkan dua tokoh wayang, Togog dan Mbilung dalam panggung berornamen serba hitam. “Orang menghalalkan beragam cara untuk mendapatkan pujaan hatinya,” kata Mbilung yang disambut bingung oleh Togog. Dua wayang ini pun bercengkerama tentang kisah asmara anak muda sekarang dan memutuskan untuk pergi dari dunia wayang ke dunia manusia masa depan.
[lampu padam]
Cahaya lampu perlahan menerangi dua orang wanita tengah asyik duduk di sebuah kursi panjang yang berada di tengah panggung. Datang tokoh utama bernama Sinta mengenakan kerudung merah menghampiri salah satu dari dua wanita yang duduk tadi, lalu Sinta dan temannya itu pergi. Tinggal satu perempuan bernama Rini, datang tokoh lainnya: gadis berpakaian kodok, perempuan bergaya metal, dan Angga. Keempat tokoh ini bergosip tentang Sinta, mereka berbicara yang tidak-tidak tentang Sinta yang tak lain mantan kekasih Angga. Gosip teredakan ketika datang lelaki berpakaian hem hijau tua bernama Damar—yang mencintai Sinta.
Foto: Adegan ketika bergosip (Asmaradana)
Demikianlah dua penggal adegan pembuka dari pertunjukkan teater berjudul “Asmaradahana” karya Kris Cahyono, penulis naskah sekaligus sutradara. Pentas dihelat pada Sabtu (7/5) pukul 19.37-20.07 WIB di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta oleh Komunitas Luweng.
Kisah “Asmaradahana” terinspirasi dari cerita asmara guru Kris Cahyono ketika SMA. Kisah tersebut lalu coba diangkat oleh Kris menjadi kisah teater dengan tak meninggalkan unsur pewayangan yang menjadi ciri khas dari Komunitas Luweng yang tiap pentas membawa budaya Jawa khususnya wayang.
“Asmaradahana itu diambil dari kisah cinta yang menggebu-gebu akan tetapi cinta itu tidak terbalas. Sementara orang yang sedang dirundung asmara menghalalakan segala cara untuk mendapatkan orang yang diinginkan,” kata Kris saat ditemui ARENA seusai pementasan.
Untuk membumbui cerita tersebut agar menarik, Kris menghadirkan Togog dan Mbilung. Dalam pewayangan Togog dan Mbilung setara dengan punakawan: Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Empat punakawan ini sering diangkat dalam pewayangaan, sehingga Kris mengambil yang jarang diangkat seperti Togog dan Mbilung saya coba angkat di sini. Mereka dari masa lalu dari dunia wayang datang ke masa depan untuk melihat Asmaradahana.
Selain dari konsep pewayangan, Asmaradaha sendiri Kris mengambil konsep dari Q. S. Al. Isra: 32. “Wa laa taqrabuz zinaaa, janganlah kamu mendekati zina. Makna yang dapat kita ambil dari Asmaradahana cinta itu menjaga bukan merusak, ketika kamu merusak itu namanya nafsu,” tutur Kris.
Foto: Adegan ketika Damar dan Angga memperebutkan Sinta (Asmaradahana).
Selain sebagai hiburan bagi penikmat seni khususnya teater, pertunjukan Asmaradahana ini juga sebagai pentas laboratory anggota Komunitas Luweng yang baru. Aktornya terdiri dari: Sahara, Wildan, Viki, Echa, Riska, Imana, Caca, Yus, dan Abdur. Penataan musik oleh Amara, Makin, asfi, Bayu, dan Roni juga tetap mempertahankan gamelan Jawa. Proses penggarapannya sendiri seperti yang dikatakan Kris memakan waktu sekitar satu bulan dua minggu.
Repoter dan Redaktur: Isma Swastiningrum