Lpmarena.com, Senat Mahasiswa (Sema) UIN Sunan Kalijaga mengadakan audiensi dengan pihak kampus membahas pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Audiensi yang dilaksanakan Kamis (30/06/2016), pukul 12.30 WIB di PAU lantai III, dihadiri oleh Sutrisno Wakil Rektor I Sutrisno, Fatimah dan Wildan selaku ketua dan sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Kinya bagian perencanaan anggaran, serta perwakilan dari mahasiswa yang terdiri dari ketua SEMA, ketua DEMA, dan perwakilan setiap kelompok KKN.
Persoalan yang dibahas ada tiga hal: Pertama persoalan orientasi KKN yang hanya dilakukan 30 hari. Kedua terkait dana stimulan yang berbentuk barang dan perpajakan. Ketiga terkait program kerja LPPM. Mengenai konsep KKN Fatimah menyatakan, “pertama bahwa konsep KKN sekarang bukan pengabdian, melainkan mitra komuniti”.
Selanjutnya saat membahas terkait anggaran, pihak kampus belum bisa menjawab persoalan perincian anggaran. Peserta KKN tahun ini terbagi menjadi dua, mahasiswa UKT dan non UKT. Di mana mahasiswa non UKT untuk mengikuti KKN diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 240.000,00.
Terkait pajak, sesuai aturan Undang-Undang tentang pajak Pasal 22 untuk belanja barang maksimal dikenakan pajak PPN sebesar 10% dan PPH 1,5%. Ini dipermasalahkan oleh Viki, ketua Sema. “Toh, belanja barang dikenakan pajak diatas satu juta, tapi kenapa pajak yang ditangguhkan dana stimulan sebesar pajak PPN 12% dan PPH 4%, dan bagaimana mahasiswa yang membelanjakan uangnya berwujud barang semisal alat tulis ketik (ATK) yang mungkin jumlah dibawah satu juta ?” tanyanya.
Bagian perencanaan mencoba mengklarifikasi bahwa besar pajak 12% untuk mendapatkan akses uang dan untuk efiensi dari akumulasi pajak 11,5 %, yang terdiri dari PPN 10% dan pajak PPH 1,5%. Sedangkan 4% adalah pajak bendera. Pajak bendera sendiri yakni pajak yang dikenakan atas kerja sama dengan perusahaan penyediaan barang (rekanan).
“Selain itu dikarenakan rekening yang sekarang adalah rekening dinsos, langsung menyediakan sarana kepada masyarakat. Oleh karenanya berupa pengadaan barang berbeda pada sebelumnya, rekening 57 (rekening untuk pencairan dana-red) yang bisa memberikan uang tunai,” kata Viki
Pada pertemuan Kamis siang itu juga membahas terkait program kerja LPPM yang dinilai menghamburkan uang. Kabar yang telah berkembang, misal untuk kerja sama dengan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) pihak LPPM telah mengeluarkan dana sebesar 36 juta.
“Untuk di Kecamatan Galur, Kulon Progo ada lembaga BMT dan TPA yang dikelola oleh kecamatan. Apabila ini dilakukan secara serius akan memberikan dampak positif bagi kecamatan, ini bentuk ketidaksiapan pihak LPPM dan para DPL,” tambah Viki.
Reporter: Dewi Anggraini
Redaktur: Isma Swastiningrum