Lpmarena.com, Pada Selasa (04/10), Klub Diskusi Administrasi Publik UGM menggelar diskusi bertema “Ekonomi Politik Indonesia Pasca Peristiwa Gestok ‘65”. Selama diskusi berlangsung ada beberapa komunitas yang mengeluhkan adanya diskusi ini. Salah satu penyebabnya, Badri selaku aktivis Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) Yogyakarta mengungkapkan kesaksiannya.
“Saya waktu berusia 19 tahun di-PKI-kan, diinterogasi dan disudutkan untuk mengakui kalau saya anggota PKI. Akhirya KTP saya ditandai dengan Eks Tapol (ET) yang menjadikan saya anak cucu keturunan saya tak mampu memliki pekerjaan hingga kami menjual beberapa tanah. Kami hanya ingin mencari kebenaran, bukan berpolitik,” tandas Badri yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut di gedung MAP UGM, Selasa (04/10).
Badri menambahkan seharusnya waktu menjadi anggota PKI adalah mereka yang berusia 30 tahunan. Saat umurnya 19 tahun, Badri dipanggil untuk diinterogasi dan disuruh mengakui dewan revolusi. Padahal waktu itu dirinya belum pernah ketemu siapa itu dewan revolusi. Setelah diinterogasi, ia ditahan dengan waktu yang menurutnya tidak wajar. Ia merasa haknya sebagai warga negara telah dirampas.
Burhanudin salah satu dari komunitas Belanegara menggugat keberadaan komunitas YPKP. “Bapak maksud dan tujuannya apa mendirikan YPKP? Apakah selama ini Indonesia hanya menjadi korban? Mengapa juga dihadirkan Pak Badri sebagai Eks Tapol ini?” tanyanya beruntut dan berdiri.
Namun, perseteruan kedua belah pihak mulai reda ketika Budiawan, pembicara kedua yang juga dosen Kajian Budaya dan media UGM menegaskan, bahwa diskusi yang digelar untuk mengobrolkan keadaan ekonomi pada masa Soekarno menuju Soeharto.
Reporter: Anis N. Nadhiroh
Redaktur: Isma Swastiningrum