Oleh: Atiqurrohman*
Dalam bentangan sejarah bangsa ini, gerakan mahasiswa memiliki ukiran emas dalam perjalanannya. Sejak pergerakan pelajar Boedi Utomo hingga gerakan mahasiswa 1998, yang notabene mampu melengserkan rezim tiran orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, tanpa proses demokrasi yang terbuka, jujur dan adil.
Kesuksesan dan keberhasilan gerakan mahasiswa dalam membawa cita-cita perubahan dan sebagai kekuatan kontrol yang kritis terhadap rezim penguasa, membuat Dr. Arief Budiman mengibaratkan gerakan mahasiswa ini sebagai seorang koboi. Dimana, seorang koboi ini dilukiskan sebagai seorang pahlawan yang tugasnya untuk menumpas para bandit yang jahat dan rakus, tanpa rasa pamrih sedikitpun. Ia hanya datang untuk menolong kaum lemah dan tertindas.
Namun, pada konteks saat ini, perlu sekiranya mempertanyakan dan mengoreksi kembali gerakan mahasiswa terkait dengan arah dan pendirian perjuangannya. Mengingat iklim yang berkembang saat ini telah berbeda dengan iklim sebelumnya, dari iklim otoritarianisme menuju iklim keterbukaan dan kebebesan.
Sejak terciumnya bau semerbak reformasi, yang ditandai dengan proses demokratisasi di segala bidang, kebebasan berpendapat dan beserikat menjadi proyeksi inti dan utama dari proses reformasi. Menurut hemat penulis, membuat gerakan mahasiswa tidak lagi se-masif tempo dulu dalam ritme pergerakannya. Persatuan dan kesatuan gerakan mahasiswa tidak terlihat secara mencolok dihadapan publik saat ini. Bahkan mungkin, gerakan mahasiswa saat ini telah mengalami disorientasi dalam menetapkan jalur real pergerakan dan perjuangannya.
Meskipun penulis mengakui, selama untaian perjalanan reformasi ada sedikit percikan skala kecil terkait aksi-aksi yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa, namun hal itu tidak memiliki dampak yang signifikan bagi tatanan sosial masyarakat.
Di sisi lain, kerja aksi kecil gerakan mahasiswa dalam area reformasi masih terjebak dalam gerakan yang aksidental alias momentuman, gerakan mahasiswa tidak akan mungkin berkumpul, bersatu dan melangkah bersama tanpa isu yang mempertemukannya. Hal ini tentunya akan berakibat fatal terhadap narasi besar dan eksistensi gerakan mahasiswa itu sendiri, karena gerakan yang muncul berdasarkan pada spontanitas dan sektoral, serta agenda-agenda gerakan jangka panjang tak lagi menjadi target utama dalam kerja aksi lapangan.
Menurut penulis, ada beberapa alasan dan asumsi mengenai tumpul dan ompongnya gerakan mahasiswa dalam arena reformasi saat ini, baik sebab faktor internal maupun eksternal.
Untuk lebih mudahnya, mari kita mulai dari faktor internal dulu yang menyebabkan tumpulnya aksi gerakan mahasiswa; pertama, krisisnya ruang dialogis antar gerakan mahasiswa, yang berakibat pada tidak adanya rencana dan rumusan aksi gerakan yang berskala jangka panjang dan juga sistematis. Padahal manfaat ruang dialog bagi para punggawa gerakan mahasiswa sebagai sarana untuk menyatukan ide, gagasan dan persepsi dalam rangka memperkuat atau konsolidasi barisan gerakan perjuangan kedepannya.
Kedua, belum jelasnya platform ideologis yang diusung oleh gerakan mahasiswa sebagai road map (peta gerakan) dalam mengikuti sebuah panggung perubahan sosial dalam arena reformasi, terutama dalam penegakan dan peneguhan wilayah civil society yang telah menjadi komitmen bersama selama ini. ketiga, n sehingga perkara yang subtantif terabaikan dan terlupakan.
Selanjutnya faktor eksternal yang mempengaruhi gerakan mahasiswa di era reformasi ini menjadi tumpul, yaitu disebabkan iklim yang terjadi di era reformasi ini menyematkan proyeksi kebebasan, konsekwensi logisnya adalah setiap orang berhak untuk melakukan apa saja termasuk merebut dan mendapatkan kursi kekuasaan. Iklim kebebasan inilah, yang menjadi tantangan tersendiri bagi gerakan mahasiswa.
Apakah gerakan mahasiswa akan mengambil posisi yang aman, dalam artian mengikuti arus reformasi—yang notabenenya membuka peluang dan kesempatan untuk memasuki struktur kekuasaan, ataukah tetap setia dan istiqomah berada dalam jalur penegakan supremasi sipil yang lebih dekat dengan kehendak hati rakyat.
Gerakan Mahasiswa Perlu Refleksi Diri
Kedua faktor persolaan tersebut yang menyelimuti gerakan mahasiswa, tentunya harus segera diatasi, terutama mengenai faktor internalnya. Karena gerakan mahasiswa ini merupakan simbol harapan rakyat, ditengah maraknya praktek-praktek penindasan dan eksploitasi, seperti penggusuran, perampasan tanah, pelanggengan politik upah murah dan lain sebagainya.
Dengan kondisi dan situasi tersebut, rakyat sangat membutuhkan peranan gerakan mahasiswa, setidaknya menjadi penyambung lidah rakyat ataupun pembela rakyat.
Tetapi, sebelum menjadi penyambung lidah rakyat ataupun pembela rakyat, gerakan mahasiswa perlu kiranya untuk melakukan tindakan reflektif sebagai sebuah langkah upaya untuk membenahi diri dan menata diri, serta membuka pintu dialog antar gerakan mahasiswa satu dengan lainnya, dalam rangka memperkaya khasanah gerakan mahasiswa kedepannya.
Beberapa hal yang paling fundamental bagi gerakan mahasiswa pada saat ini barangkali adalah membangun kekuatan, mencari sekutu yang satu ide dan satu pemikiran merupakan tugas pokok gerakan mahasiswa sebagai tulang punggung perubahan dan kemajuan sosial ditengah derasnya arus neo-liberalisme modal yang membuat negeri ini tak berkutik. Serta melakukan pembacaan ulang terkait segala agenda-agenda reformasi yang hingga saat ini belum diselesaikan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan terkonsolidasinya proyek demokratisasi di berbagai sektor, semoga gerakan mahasiswa mampu tampil kembali dalam panggung reformasi, dan dapat mengambil posisi yang jelas untuk selalu bergerak sesuai denyut nadi rakyat.
*Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi.