Home OPINI Bukan Dosa Besar PMII

Bukan Dosa Besar PMII

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Tri Muryani*

Berbicara mengenai PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) UIN Sunan Kalijaga memang sangat menarik. Apalagi setiap pergantian tahun atau bahkan menjelang mahasiswa baru masuk kampus. Sebenarnya di UIN Sunan Kalijaga tidak hanya ada organisasi ekstra PMII saja, namun setiap pergantian tahun PMII menjadi organisasi paling disoroti dari pada organisasi-organisasi lain. Mungkin salah satu faktornya karena PMII merupakan organisasi ekstra terbesar di kampus putih dan kampus perlawanan ini.

Mahasiswa baru menjadi sasaran perang wacana oleh mahasiswa lama. Baik kader PMII, kader organisasi lain, atau bahkan mereka yang tidak mengikuti organisasi apapun. Isu terkait dominator, rezim yang tidak demokratis, atau bahkan merasa dibungkamnya suara minoraitas. Dalam arti, organisasi baik HMI, IMM, KAMMI, atau organisasi apapun selain PMII yang merasa dirinya minoritas.

Dalam masyarakat demokrasi, mayoritas sudah tentu menjadi penguasa. Karena, sistem politik yang terbentuk dalam masyarakat demokrasi tidak berbicara siapa dan apa, tapi apakah suaranya mewakili banyaknya kuota masyarakat atau tidak. Banyaknya kader PMII di UIN bukanlah sebuah dosa besar namun memang sudah seharusnya seperti itu, seperti halnya banyaknya kader HMI di UII (Universitas Islam Indonesia), atau bahkan banyaknya kader IMM di UAD (Universitas Ahmad Dahlan).

Politik simbol dalam PBAK yang dianalisis oleh muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin yang dimuat di www.lpmarena.com tanggal 25 Agustus lalu memang sangat benar. Itu tidak hanya terjadi di UIN, organisasi mayoritas di kampus lain juga melakukan hal yang sama. Menggunakan politik simbol yang menurut Goffman, hal tersebut akan menjadi kebiasaan seseorang dalam berinteraksi. Sehingga dengan budaya tersebut dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan kebijakan.

Justru wacana terkait PMII tidak demokratis dan PMII tidak membuka ruang kepada organisasi lain merupakan sebuah kesalahan. Dilihat dari sudut pandang politik, langkah PMII di UIN sangatlah terbuka. Bahkan kepanitiaan PBAK tahun ini, keterlibatan rektorat, dosen, bahkan TU sekalipun masuk ke dalam struktur kepanitiaan. Mengapa banyak kader PMII yang masuk dan organ lain yang masuk hanya sedikit? Secara sosiologis, mahasiswa yang disebut masyarakat banyak calon panitia yang memiliki background PMII sehingga panitia sebagian besar meskipun tidak seluruhnya, memang PMII.

Baiklah, mari kita analisis dengan sudut pandang lain. Meminjam pemikirannya Stephen Lukes, salah satu tokoh politik sekaligus pencetus teori dimensi kekuasaan melihat bahwa  konflik dalam dunia politik lahir karena adanya ketidakseimbangan. Masalahnya bukan PMII yang tidak demokratis, tapi organisasi minoritas yang menempatkan diri sebagai oposisi dari organisasi mayoritas. Karena merasa dirinya tidak diberikan kursi atau merasa kursi yang diterimanya sedikit serta harus merebut tambahan kursi.

Kompetisi antar organisasi ekstra sangat menarik. Apalagi setiap tahun selalu ada wacana pihak yang termarginalisasi dan merasa harus diperjuangkan hak-haknya. Penulis merasa, dalam kajian politik, PMII dengan jumlah massa mayoritas memiliki sikap yang benar yakni mempertahankan posisinya sebagai organisasi terbesar. Sehingga, wajar saja misalnya dalam open recruitment menggunakan bendera yang sangat besar.  Begitupun pihak oposisi, entah non organisasi atupun organisasi minoritas di UIN Sunan Kalijaga. Wacana terkait mendominasinya PMII di UIN Sunan Kalijaga memang benar, karena secara basis massa, PMII memiliki massa yang sangat banyak.

Namun sekali lagi, bukan berarti itu merupakan dosa besar sehingga PMII harus dihapuskan dari kampus putih ini. Justru, baik dari organisasi mayoritas maupun pihak oposisi harus mempersiapkan kompetisi nyata. Tidak mengulang-ulang wacana tentang dominasi, termarginalisasi atau bahkan wacana terkait sisi buruk dari PMII. Karena sebagai organisasi mayoritas PMII bukanlah organisasi yang membahyakan negara maupun kampus. Justru PMII menjadi organisasi ektsra kampus yang paling depan menjaga nilai-nilai kebangsaan dan intelektualitas mahasiswa.[]