Aliansi Rakyat Bergerak mendesak DPR mengesahkan RUU PKS.
Lpmarena.com– Desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi salah satu tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak, bertajuk #GejayanMemanggil oleh mahasiswa Yogyakarta bersama elemen sipil, Senin (23/09/2019). Desakan itu muncul sebab DPR tak kunjung mengesahkan RUU tersebut.
Padahal, Kalis Mardiasih, aktivis gender, mengungkapkan RUU PKS sudah dibahas sejak 2012, dan masuk Program Legislasi Jangka Menengah dan Tahunan (Proleknas) sejak 2016. Dalam jangka waktu itu pula, korban kekerasan seksual terus meningkat.
”Untuk mengetuk judul aja belum. Jadi benar terlihat adanya tim panjar RUU PKS ini tidak bekerja dengan maksimal,” sesal Kalis ketika diwawancara ARENA pada saat aksi di pertigaan Jalan Colombo, Gejayan.
Menurut Kalis, salah satu sebab RUU PKS tidak kunjung disahkan adalah perbedaan pemahaman, DPR yang culas, dan tarik ulur kepentingan politik. Misalnya, ketika Komnas Perempuan dan organisasi pengada layanan mengajukan lima belas rancangan jenis kekerasan seksual, namun hingga kini hanya terpilih tujuh jenis kekerasan seksual.
“RUU PKS ini sudah dibahas oleh mereka. Bahkan naskah akademik dan daftar inventarisnya juga sudah dibahas. Mereka sebenarnya masih punya waktu dua puluh hari untuk membentuk tim sinkronisasi,” terang Kalis
JIka pembahasan RUU PKS dilanjutkan oleh DPR baru, maka ada kemungkinan untuk memulainya dari awal lagi. Kalis khawatir, pergantian periode akan mempengaruhi pembahasan RUU PKS. Dan DPR kembali berkelit.
Senada dengan Kalis, Pipin Jamson, dosen UGM dan aktivis feminis, yang juga tergabug dalam aliansi, menyatakan pentingnya pengesahan RUU PKS karena produk hukum saat ini seringkali meloloskan pelaku kekerasan terhadap perempuan.
“Seperti halnya kasus pemerkosaan, yang disalahkan si perempuan bukan laki-laki. Padahal perempuan sudah banyak menanggung beban sosial. Ini juga berdampak pada psikis, dan ekonomi korban,” jelas Pipin.
Kalis dan Pipin pun bersepakat bahwa DPR tidak serius dalam membahas RUU PKS. Hal tersebut terlihat ketika rapat DPR perihal pengesahan RUU PKS, yang hadir hanya tiga orang. Menurut mereka, ini merupakan tanda tanya besar.
“Ya, paling pantia kerjanya di DPR enggak kerja. Ada tarik ulur kepentingan politik,” pungkas Kalis.
Reporter: Sholehatul Inayah
Redaktur: Sidra