Oeh: Ilham Rukmana*
N-I-E-T-Z-S-C-H-E. The Z is silent.
Menurut Nietzsche, moralitas dibedakan menjadi dua, yaitu moralitas budak dan moralitas tuan. Moralitas budak adalah moralitas orang yang terjebak dalam posisi tersudut. Mereka yang tidak mampu untuk menentukan hajat hidup secara merdeka. Oleh karena itu timbul sentimen atau ketidaksepakatan terhadap mereka yang tidak senasib. Moralitas budak menentang kuat individualitas dan menjunjung tinggi keseimbangan bersama. Sementara moralitas tuan adalah mereka yang mampu menentukan hajat hidup secara merdeka atau kontradiksi dari moralitas budak. Golongan ini dianggap merebut serta menindas apa yang menjadi ihwal bagi mereka yang berkecendrungan moralitas budak. Moralitas tuan adalah kehendak bebas untuk berkuasa atas dirinya sendiri tanpa memperdulikan hal lain.
Secara implisit, konsep moralitas ala Nietzsche divisualisasikan saat Django memastikan Brittle bersaudara di perkebunan Big Daddy. Django meneropong ke tengah perkebunan. Ia melihat salah satu Brittle bersaudara, Elias, yang sedang melecut ke udara saat para budak sedang bekerja. Lalu gambar menampilkan kilas balik ke ingatan Django saat silam. Django sedang memohon bertukar tempat dengan istrinya, Broomhilda, kepada Big John. Broomhilda dihukum karena berusaha melarikan diri. Sekalipun tindakan itu dilakukan bersama-sama, Big John hanya mencambuk istri Django. Terlebih tindakan tersebut semakin mantap setelah Big John melihat Django terus menerus memohon.
Dalam adegan tersebut, secara ringkas, Django dan Broomhilda adalah golongan moralitas budak. Sementara Brittle bersudara adalah golongan moralitas tuan. Tentu hal tersebut terjadi sesuai definisi moral menurut Nietzsche. Big John memiliki kehendak bebas dan berkuasa sebagai pemilik budak. Ia juga leluasa untuk menghukum budaknya. Sementara Django terlebih Broomhilda hanya bisa pasrah menerima sanksi tersebut sekalipun melawan bahkan memelas. Konsep pembagian moral Nietzsche secara langsung berefek pada praktik perbudakan yang kejam tersebut.
Dua abad berlalu sejak praktik perbudakan yang terjadi, orang Afrika di negeri Uncle Sam mendapat perlakuan yang nihil kemanusiaannya. Para majikan tak segan mencambuk budak yang dianggap tak mematuhi tuannya. Jim Crow Museum of Racist Memorabilia yang dikelola oleh Ferris State University menyebut bahwa selain ilmuwan, para pemuka agama ikut melegitimasi praktik-praktik biadab tersebut. Khotbah-khotbah pemuka agama menyatakan bahwa perbudakan adalah kehendak Tuhan.
Reprentasi atas legitimasi agama diperlihatkan ketika Django selesai memastikan Brittle bersuadara. Usai meneropong dan mengkonfirmasi Brittle bersudara yang lain, Django mendapati Roger Britlle serta Big John hendak menyiksa salah seorang budak perempuan. Big John melecut cambuk ke udara sambil merapal suatu kalimat. Ia pun terlihat menempelkan dua lembar kertas pada pakaian yang dikenakan. Salah satu lembar menempel pada dada di bagian jantung. Kalimat dan lembar kertas tersebut adalah nukilan dari Alkitab. Kutipan dari Genesis 9:2 yang berbunyi :
Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan.
Big John selesai merapal ayat tersebut. Ia bersiap melayangkan cambuk kepada budak perempuan itu sebagai bentuk hukuman karena telah memecahkan telur. Namun, sepersekian detik kemudian Django datang mencegah kejadian. Perempuan muda itu akhirnya selamat. Karena hari itu, Brittle bersaudaralah yang dieksekusi Django. Big John mati ditembak, tepat di bagian jantung.
Peristiwa tersebut bisa menjadi jauh lebih kontemplatif bila kita menelusuri lebih jauh moralitas vesi Nietzsche. Ia menolak sifat universal dan niscaya yang ada dalam moralitas. Sistem moral yang berlaku, setidaknya dalam modernitas, dianggap sebuah kemunduran; sebuah deklanasi nilai-nilai kehidupan. Di mata Nietzsche, moralitas mengekspresikan kehendak untuk berkuasa dari kerumunan (herd) yang bermental budak. Yang bermental tuan akan aktif berkuasa. Sementara yang bermental budak akan terus patuh dan bersikap reaktif.
Mental budak dari moralitas kerumunan ini mendapatkan perlindungan dan diafirmasi, yang terkuat, oleh Kekristenan. Kehidupan menurut Nietzsche tidak lepas dari seleksi alam. Yang lemah dan tak berdaya lambat laun akan hilang dan musnah. Kekristenan di lain pihak menyediakan tempat berlindung dan menjaga stabilitas kelemahan dan ketakberdayaan ini. Dalam moralitas tradisional, khususnya dalam kekristenan, mengakui bila manusia lemah dan tak berdaya dianggap sebagai sesuatu yang baik, sedangkan menganggap diri kuat dan mementingkan diri sendiri sebagai pijakan dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Bagi Nietzsche, harus dibedakan antara benar-benar beragama dan bermoral dengan sikap menyerah kepada kehidupan dan menyerahkan tanggung jawab kepada institusi-institusi moral yang dibuat oleh manusia sendiri. Altruisme, sebagai ideologi yang dipijak dalam moralitas, ternyata hanyalah kedok lain bagi sikap egoistik yang justru dianggap buruk secara moral.
Sangat jelas moralitas Nietzsche menyerang Kristen sebagai suaka moralitas budak. Namun, secara pasif, konsep moralitas Nietzsche menyerang moralitas Big John yang memvalidasi dirinya untuk menghukum budak perempuan miliknya dengan berpangku pada ayat Alkitab. Tentu hanya manusia lemah dan tak berdaya saja yang berlindung pada ketiak Agama dalam tataran moralitas Nietzsche. Selain melegitimasi Agama dalam praktik perbudakan, hal tersebut malah sesungguhnya membuat luntur mentalitas moral seorang tuan. Dalam tafsir lain, adegan tersebut adalah representasi sarkasme terhadap pelaku perbudakan yang mengatasnamakan Agama. Sekaligus satir terhadap mentalitas moral seorang tuan dalam perspektif moralitas Nietzsche. Terutama setelah Django selesai menuntaskan ‘misi’. Konsklusi adegan ini disebut Nietzsche sebagai amoral.
Untuk dapat lepas dari skema moralitas kerumunan/budak ini, manusia harus menjadi amoral. Amoral, di sini bukan saja berarti bernilai rendah dan buruk dalam konteks moralitas kerumunan, namun justru pelampauan moralitas kerumunan tersebut dengan menciptakan nilai-nilai bagi dirinya sendiri. Amoral dapat diartikan sebagai moralitas lain selain moralitas kerumunan itu, suatu moralitas tuan di mana memerintah dan mematuhi terjadi dalam diri sendiri dan dengan jujur demi diri sendiri. Tidak menutupinya dengan altruisme sebagai kedok egoisme. Seorang yang amoral bukanlah seseorang yang memenuhi hakikatnya dan juga tidak lari dari kekhakikian, ia malah merupakan sebermoral-moralnya manusia.
Jangankan membaca literatur, bahkan mengetahui seorang Nietzsche tampaknya tidak mungkin bagi Django. Ia juga tentu tidak akan paham bagaimana konsep moralitas. Namun, selain kuda dan peluru, untuk menyelamatkan Broomhila ia tentu perlu menjadi seorang amoral.
Django Unchained | Sutradara Quentin Tarantino | Tahun 2012 | Produksi The Weinstein Company, Colombia Picture | Durasi 165 menit | Pemeran Jamie Foxx, Christoph Waltz, Leonardo DiCaprio, Samuel L. Jackson, Kerry Washington
*Ilham Rukmana, penyuka film.
Sumber gambar: Live.Journal