Ode buat Kasih
kelak, kalau kau temui aku lagi
saat mekar kembang-kembang matari
berjalanlah kau batang-batang padi
di betismu yang ayu bersemayam itu dewi
berjalanlah kaki-kaki rotan
sepasang yang memenuhi jalan
di matamu yang penuh mayang
aku mengejar bayang seorang
tidak menyapakah pagi?
kedai-kedai kopi menggulung malam letih
di bibir katamu berpinak penuh
peribahasa dan saloka-saloka Luhurku
pada tepi kedalaman sumurmu
aku menunggui getah-getah batu.
(Joglo, 2020)
Pada Sebuah Puisi
pada sebuah puisi
adalah hujan-hujan putih
yang menunggu nyanyi
caya perak matari
pada mata puisi
perempuan adalah istri
mengerjaplah bintang porteka
dalam sumur air matanya
pada tubuh puisi
dinyalakan ladang-ladang lelaki
bebunga sayang bebunga kenang
di jalan sarat batang siwalan
pada hati puisi
disemai biji-biji palawija
ketika musim tiba
serupa tubuh para dara
pada jalan sunyi puisi
berkaca ia membaca diri
penyair adalah ladang garam
pada basah musim penghujan.
(Grombyang, 2020)
Penutup
tidakkah kau juga memercayaiku serupa kau
memercayai Muhammad penutup nabi-nabi?
aku adalah Muhammad yang menyibak purnama
di wajahmu cerah cahaya
senyum rekah di bibirmu terbelah
saat sebuah kota terbentuk dari cahaya
kugiring kafilah-kafilah menuju Ka’bah
kemarilah! temani aku ke Madinah
pada dadamu harum ranum bunga-bunga
kutemukan Khadijah juga Aisyah
di lehermu akan kuciumi keduanya
tapi mengapa kau wahai bunga padma?
pada ladang-ladang gembala
kau memilih tetap menjadi domba
mendekatlah perempuan baya
di telingamu akan kunyanyikan syair-syair Sorga
dengan kata-kata telah kumakzulkan Musa, Ibrahim, atau Isa
dan aku adalah penutup nabi-nabi
pada agama yang kuyakini
ada di tubuhmu suci.
(Basabasi, 2020)
Di Sudut Sebuah Kedai
di sudut sebuah kedai
deru bising manusia ramai
berlalu lebah-lebah itu
mencari kembang bunga bermadu
layang-layang bintang
pada luas hitam malam
menari rerumput hijau malas
di tepi panjang besi-besi panas
adakah ia menunggu datang kereta
atau menanti pesawat tiba
sementara dalam laut-laut manusia
lelaki tenggelam pada sebuah sudut yang entah
pada sebuah ujung pemberhentian
adakah perempuan datang sorangan
sedang lahan-lahan dalam dada juga
adalah kemarau yang enggan berbunga.
(Kokambar, 2020)
Kangean, Mengingatmu Lagi
perempuan …
kurebahkan tangan pada malam
yang merambati kepalamu pelan
kekasih bersandarlah di ini bahu
sebelum bertalu penanda waktu
dari sisa-sisa tubuhmu, aku
menyalakan rindu seorang ibu
Kangean, di tanahmu batuan karang
sebelum rumah-rumah melebar lengan
kabarkan pada bebatang liar pohonan
sehelai daun sudah tinggalkan dahan
Kangean, di lautmu cerita angin sakal
yang memanjati tiang-tiang kapal
tentang rindu sorang bapak nelayan
pada ibu-ibu penjual ikan
Kangean, di dapurmu nyala api
ketika tangan halus ibu memasak pagi
tungku kayu membau wangi-wangi
perawanmu membasuh diri merias hari
Kangean, mengingatmu lagi
dalam tiap kata-puisi
anakmu yang sendiri
tetap juga enggan menepi.
(Kopi Genk, 2020)
*Catatan: Kangean adalah kepulauan yang terletak di ujung timur pulau Madura.
Sumber gambar: Guido Borelli
Syauqi Khaikal Zulkarnain, lahir di Kangean pada tanggal 18 Agustus 1999. Saat ini sedang berkuliah jurusan Sastra Indonesia di UAD Yogyakarta. Bisa dihubungi melalui, WA: 082232068708 atau Instagram: @tutiartic