Home BERITAKABAR JOGJA Orangtua Kasus Salah Tangkap Klitih Lapor Dugaan Maladministrasi Polisi ke ORI

Orangtua Kasus Salah Tangkap Klitih Lapor Dugaan Maladministrasi Polisi ke ORI

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Rangkaian proses hukum kasus salah tangkap Klitih di Gedongkuning masih berlanjut. Tim advokasi pun telah menyerahkan surat berisi pengakuan keempat terdakwa yang mengalami penyiksaan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Yogyakarta Oktober lalu. Kemudian pada Rabu (04/01) kemarin, pihak kuasa hukum dan keluarga kembali ke Kantor Ombudsman untuk meminta perkembangan laporan mereka.

Siti Roswati, penasihat hukum Andi menyampaikan bahwa pihak terdakwa melakukan pengaduan terkait pelayan publik yang dilakukan kepolisian. Dugaan maladministrasi tersebut diantaranya: penangkapan yang tanpa surat, BAP tanpa kehadiran Penasihat Hukum, rekontruksi yang direkayasa, dan akses bertemu terdakwa yang tidak terlayani serta ditunda-tunda.

“Pengaduan terhadap layanan publik dan menindaklanjuti pengaduan yang sudah dilakukan pada bulan Mei tahun lalu karena hasilnya belum ada,” ujarnya.

Roswati menyebut bahwa pengaduan pihak terdakwa sudah dilengkapi berkas dan bukti terkait tindak kekerasan polisi. Pihaknya meminta agar Ombudsman RI bekerja secara independen dan objektif yang bersperspektif korban.

Ia berharap Ombudsman RI melakukan laporan akhir yang independen dan objektif. Langkah selanjutnya, pihak keluarga dan penasihat hukum akan melakukan audiensi ke Jakarta dengan mendatangi DPR, Kapolri, Komisi Yudisial, Komnas HAM, dan Kontras.

Pasalnya sidang pembacaan vonis telah digelar September silam dan memutuskan terdakwa Ryan Nanda Syahputra dihukum penjara 10 tahun, sementara terdakwa lainnya yaitu Fernandito Aldrian Saputra, Muhammad Musyaffa Affandi, Hanif Aqil Amrulloh, dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri divonis 6 tahun penjara.

Situasi sidang pembacaan vonis terdakwa 8 November lalu. (Dokumentasi ARENA)

Mereka dijerat pasal 170 dan pasal 353 KUHP tentang kekerasan bersama-sama yang menyebabkan orang meninggal. Sebelum dijatuhi vonis, Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwa bukti-bukti dikesampingkan (baca: ditolak) karena dikatakan tidak kuat.

Menanggapi hasil putusan sidang, Taufiqurrahman selaku Kuasa Hukum Fernandito berpendapat bahwa putusan hakim tidak adil karena terdapat rekayasa dalam proses hukum. Pihaknya menyatakan keberatan dan akan melakukan banding.

Menurutnya, terdapat upaya menghalangi penyidikan (Obstraction of Justice) dengan menurunkan kualitas gambar CCTV agar tak terlihat jelas sosok pelaku. Selain itu, terdapat pula rekayasa barang bukti berupa gir berlumur oli yang dicuci oleh penyidik. Peristiwa tersebut pun dinilai minim saksi.

Selaras dengan Taufiqurrahman, Yogi Zul Fadhli, Kuasa Hukum Andi, menilai bahwa keputusan hakim sangat mengecewakan karena mengabaikan fakta-fakta di persidangan.

“Alat bukti yang kami ajukan itu dikesampingkan, dimana alat bukti tersebut bisa menerangkan bahwa terdakwa (Andi) tidak ada di TKP Klitih.”

Yogi mengungkapkan motor Vario yang dijadikan barang bukti berbeda dengan yang terlihat di CCTV. Hal ini menjadi janggal. Kendaraan yang dimaksud sejak malam hingga subuh berada di rumah. Beberapa keterangan saksi di BAP dan persidangan juga berbeda, bahkan terdapat saksi yang mencabut keterangannya di persidangan. Saksi mengatakan bahwa terdapat keterangan yang direkayasa oleh penyidik. Penguraian fakta yang seharusnya menentukan putusan vonis pun tak dijelaskan oleh hakim. Fakta inilah yang menguatkan dan menjadi pertimbangan dasar atas upaya banding.

Reporter Azzam | Redaktur Dina Tri Wijayanti