Lpmarena.com–Aksi Jogja Memanggil kembali dilakukan dihadiri ratusan orang dari berbagai golongan masyarakat, organisasi nirlaba dan mahasiswa pada Selasa, (27/08). Aksi kali ini menghadirkan pertunjukan teatrikal di depan gedung DPRD sebagai simbol atas kemuakan dan ketidakpercayaan rakyat terhadap DPR.
“Kita sudah tidak percaya kepada yang ada di Jogja maupun di Senayan!” ungkap orator teatrikal di depan Gedung DPRD.
Teatrikal tersebut menghadirkan sosok bertopeng kepala babi dan berkalung kardus dengan tulisan ‘DPR’. “Ini DPR kita, yang ugal-ugalan, kesana-kesini, nyari perlindungan, nyari harta supaya dia dan keluarganya punya harta,” lanjut orator.
Dengan tangan dirantai, sosok berkepala babi itu diseret dan ditarik ke berbagai arah oleh aktor lain memakai pakaian bertuliskan ‘Rakyat Kuasa’. Teatrikal ini mengundang antusiasme massa aksi, terlihat dari tawa dan teriakan massa aksi menyoraki sosok berkepala babi.
“Maknanya adalah meskipun DPR ugal-ugalan, kita sebagai rakyat masih bisa mengontrol. Dibuktikan dengan aksi-aksi kemarin, dua-tiga hari lalu, yang gerakan rakyat, gerakan mahasiswa berhasil menciptakan sedikit kemenangan dengan dibatalkannya RUU Pilkada dan tetap menegakkan putusan MK,” jelas Dhillan Bagaskara selaku konseptor teatrikal saat diwawancarai ARENA.
Dhillan mengungkapkan kekecewaannya pada wakil rakyat. Seharusnya membuat kebijakan untuk mensejahterakan rakyat justru secara terang membegal dan menyengsarakan rakyat. “DPRD kan sekali lagi sebagai representasi rakyat, wakil rakyat di daerah,” lanjutnya.
Permasalahan PKL Malioboro yang terombang-ambing, lanjut Dhillan, adalah bukti konkrit ketidakbecusan DPRD dalam menyelesaikan permasalahan rakyat. Sampai hari ini DPRD belum mampu mewadahi apa yang diperjuangkan (PKL) Teras Malioboro 2 mulai persoalan transparansi, partisipasi hingga tidak adanya ruang dialog antara kedua belah pihak terkait.
“Tentunya kalo kita melihat konteksnya Jogja, kalo Jogja ini tentunya aturan-aturannya yang paling dekat itu, soal teras Malioboro dua. DPR Kota dan DPR Daerah itu sama sekali tidak bisa mewadahi atau mewakili kawan-kawan Teras Malioboro 2 untuk menyuarakan apa yang terjadi,” jelas Dhillan.
Aksi teatrikal ditutup dengan menggembok pagar kantor DPRD. “Yang akhirnya kita sepakat bahwa kita memboikot DPRD. Kita sepakat tidak mempercayai DPRD, dan menyegel gedungnya,” pungkas Dhillan.
Reporter Wildan Humaidyi | Redaktur Maria Al-Zahra