Lpmarena.com – Aliansi Organisasi Eksternal Mahasiswa UIN bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) gelar Seminar 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang bertajuk “Suara Perempuan, Kekuatan Perubahan” pada Senin (25/11). Bertempat di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga memaparkan permasalahan kekerasan seksual, tak terkecuali yang ada di kampus.
Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, mengidentifikasi sebanyak 9% pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang pelindung, seperti guru, aparatur negara, dosen, dan tenaga medis. Seharusnya mereka dapat menjaga korban, justru menjadi pelaku pelecehan atau kekerasan seksual.
“Ada relasi kuasa disini, jadi kalau kita berbicara tentang kekerasan seksual dan relasi kuasa yang mana kadang-kadang tidak bisa dihindari,” ujar Alimatul.
Ruspita Rani, perwakilan dari Pusat Layanan Terpadu (PLT) kampus membenarkan pernyataan Alimatul terkait relasi kuasa. ”Kami pernah mendapatkan laporan dan masih banyak dosen yang beranggapan mahasiswa harus patuh terhadap dosennya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ruspita juga menyayangkan pandangan dosen terhadap PLT yang dianggap sebagai ancaman. Padahal dibentuknya PLT agar korban yang selama ini bungkam dapat bersuara dan mengadukan kasusnya. Banyak dari korban yang alami trauma, kesehatan jiwanya terganggu, bahkan ada yang berhenti kuliah karena merasa kampus tidak aman.
“Sebagian dosen di sini menganggap bahwa itu sebagai lelucon saja. Padahal nilai dasar dari PLT yang pertama adalah kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan serta mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat kampus,” kata Ruspita.
Alimatul juga menegaskan pentingnya memahami bahwa peningkatan laporan di satgas kampus bukan berarti meningkatnya kasus, tetapi mencerminkan kepercayaan yang lebih besar untuk melaporkan. Seharusnya, kampus menanggapinya dengan kredibilitas yaitu menyelesaikan kasus sesuai dengan prosedur yang ada. Bukannya menyembunyikan kasus demi menjaga nama baik kampus.
“Kampus yang baik itu dapat menyelesaikan semua laporan-laporan, bukan menyelesaikan secara damai,” ujar Alimatul.
Ruspita yakin bahwa masih ada korban kekerasan atau pelecehan seksual di kampus yang belum melaporkan kasusnya. Hal itu dikarenakan ketakutan korban akan ancaman penjara dan stigma sosial dari orang sekitarnya.
“Ada banyak kekhawatiran proses hukum setelah korban rampung melapor kalau belum sampai pemerkosaan itu memang susah untuk diproses. ini menyebabkan kasus-kasus yang muncul itu yang besar-besar,” ujar Ruspita.
Menanggapi hal tersebut, Alimatul berharap sistem hukum di Indonesia kedepannya menjadi lebih baik dan berpihak pada korban. Lantaran banyak kasus yang terjadi korban justru tersandung UU Informasi dan Transaksi Elektronik atas pencemaran nama baik atau UU Pornografi.
“Sesuatu yang sangat memprihatinkan karena undang-undang ITE kita juga belum ada perubahan,” pungkasnya.
Catatan Redaksi: Berita ini dikoresi pada 28 November 2023 pada pukul 13.38 WIB. Sebelumnya Komnas Perempuan gelar Seminar 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Seharusnya Aliansi Organisasi Eksternal Mahasiswa UIN bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) gelar Seminar 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP).
Reporter Almuttaqin (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra