Aku Haus
Ku ketuk pintu ilmu dengan membaca
Kutemukan cakrawala dunia
Luas terbentang melebihi samudera
Sungguh begitu luas tak terkira
Dalamnya tak terukur
Luas, luas dan begitu luas terbentang
Tak bisa dilihat hanya sekali pandang
Ilmu, ilmu, ilmu aku haus ilmu
Seribu kali kumeneguknya
Tetap saja dahaga kurasa
Harus berapa gelas kuteguk
Harus berapa ember kutimba
Sungguh masih saja tak tak terasa.
[Novi]
Jeritan Malu di Pucuk Hati
Wahai para Koruptor !!!!
Aku tahu Engkau tidak tuli
Tapi engkau hanya sengaja menulikan diri
Aku tahu engkau tidak buta
Tapi engkau hanya sengaja membutakan hati
Ditengah hiruk pikuk tangisan jiwa kami
Kau berhasil menenangkan hati kami
Dengan mulut manis bak madu murni
Aku tahu aku hanya bocah kemarin
Bocah ingusan yang tak tahu apa-apa tentang negeri ini
Bocah kampung yang mencoba bermetamorfosis
Menjadi orang dewasa penuh harapan
Sedih sungguh merasa sedih
Kecewa sungguh benar – benar kecewa
Kau hianati amanat kami
Wahai tikus-tikus negeri
Untuk para perampas ketenangan jiwa
Untuk jiwa-jiwa penghianat negeri
Adakah engkau punya rasa malu kepada Tuhanmu dan negeri ini?
Kalau kau tak punya rasa malu, berbuatlah sesukamu
Sungguh Tuhan tidak buta
Tuhan juga tidak tuli
Dia tahu apa yang kau perbuat
Sungguh kejamnya dirimu, Wahai para koruptor !!!!
Merampas kebahagiaan kami
Merampas hak kami
Kemana hati nuranimu , Wahai anak bangsa ?
Lidah kami sudah kelu
Hati kami sudah terluka
Luka yang belum sempat mengering
Kau tambahkan lagi dengan luka yang baru
Sungguh perih menguras tangisan hati.
[Novi]
Lentera dalam Remang
Dinding hati kian runtuh
sebab meratap menjadi tragedi
aku lelah terus mengoyak takdir
hingga bahasa berupa air mata
menjadi gerimis melegenda
melumpuhkan pelupuk mata
tangan terus bertengadah dihadapan sajadah
detak jam menyanyi dalam sunyi
entahlah…
nafas yg seperti apa yang harus ku hirup
agar tak semakin mendilema,
TUHAN, meski temaram ku butuhkan lentera
Menyapa dalam malam yang remang.
[Ichus]