Home SASTRAPUISI Memorabilia: Puisi-Puisi Widad HU

Memorabilia: Puisi-Puisi Widad HU

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Widad HU*

Pada Malam Kemenangan

upeti buat Sherly

di jalanan yang sunyi

aku lihat daun berterbangan

oleh angin malam yang berhembus tak karuan

aku lihat anjing anjing jalanan berjalan jalan ke sana ke mari tanpa tujuan

setibanya aku di  jalan kesunyian

tak sanggup aku seorang prajurit bertempur di dalam hutan

setibanya aku di jalan kesunyian

tak sanggup aku melantunkan ode-ode kemenangan

kan ku petik setangkai bunga revolusi

yang diselimuti abu sisa ledakan

selagi kita berjalan menyusuri hutan

dengan para gerilyawan

bernyanyi menari hingga tertawa melawan ketertindasan

di jalanan yang sunyi

aku lihat kunang kunang bergelimang menghiasi perjalanan panjang para revolusioner

yang menjaga nyala api sebatang obor perlawanan

serupa anak anak merdeka yang berdiri, bernyanyi dan berkarya bersama kemanusiaan

setibanya aku di jalan kesunyian

tak sanggup aku menahan jeri tangisan perampasan

setibanya aku di jalan kesunyian

tak sanggup aku menantikan kemenangan

kan ku petik setangkai bunga revolusi

yang ku selipkan pada sela sela telingamu yang lembut serupa selendang Bunda Maria

kan ku tarik perlahan bara juang dari selinting ganja yang ku hempaskan pada lubang-lubang hidungmu yang indah

kita rayakan kemenangan itu,

kita rayakan kemenangan itu,

bersama nyala api perlawanan

bersama malam penghabisan

dengan tarian                 

dengan nyala api

dengan nyanyian kemenangan

Purworejo, 8 Februari 2022

Aku Ingin Mandi

semburat mentari

yang hampir redup

burung perkutut

ayam kukuruyuk

bisu menanti mati

aku yang luput

melubangi mimpi mimpi

aku yang luput

gosok gigi pagi hari

aku dilumat sepi

begitu tak berarti

hilang arah

macam sapi perah

pasrah menghadapi

eksploitasi tanpa henti

kemuakanku itu pasti

ia menjadi jadi

menumpuk di relung hati—

menghantam tirani

aku ingin mandi

menjadi para sufi

menikam iblis

melenyapkan fasis

Jogja, 2023

Siapa yang Mencuri Roti Kami?

aku berjalan dengan seonggok roti

dengan terik matahari

yang menusuk pori-pori

sebelum sampai pada tujuan, Aku terkejut

rotiku tiba-tiba mengkerut

ahh, Aku lupa menaruhkan ragi

seperti halnya tanah air saat ini

budaya mati tercekik tali

anak-anak sibuk menari bersama gawainya

dan senja di barat kota

nun tak tahu rimbanya

di tengah perjalananku siang ini

spontan mataku menilik ke atas

melihat langit biru sirna akan pencemaran

o, Aku dimana?

lantas apa yang perlu kita lakukan untuk menjaga roti, budaya, dan senja

agar tetap syahdu untuk dinikmati?

hai Bung-Nona semua..

aku sepakat sebuah perkembangan tentu melahirkan banyak manfaat

banyak hal yang perlu kita teguhkan

memelihara lingkungan misalnya;

untuk anak-anak yang lahir

esok hari atau lusa nanti

pegang erat etika pada kodrat—

kodrat yang ada

hingga bumi telah usai

dan sampailah kita pada puncak bumi ini

Jogja, 2021

Memorabilia

upeti buat kawan, kekasih, dan keluarga

saat begitu kuat

kuat begitu hebat

hebat begitu merambat

merambat begitu cepat

cepat begitu dekat

dekat begitu erat

erat begitu lekat

lekat begitu hangat

beribu ampun dan beribu pula kasihku ini;

atas waktu—

energi—

semangat—

tenaga—

sentuhan—

pelukan—

lan kehangatan; sebab aku mencintai semua tanpa ampun!

sampai berjumpa kembali di ledakan yang paling sunyi

Jogja, September 2022

*lahir dan tumbuh di wisata debu Cileung(sick), Bogor. sedari kecil melayani warung nasi padang, dan kini menjadi tukang masak paruh waktu di kedai kopi | Ilustrator Bisma Aly Hakim