Kasih Ayah
Kasih ayah kepada ana
Tak terhingga tak kasatmata
Selalu memberi berharap dipatuhi
Bagai Sang Orba yang suka mengibuli
Kasih Ayang
Kasih ayang kepada ana
Tak terukur sepanjang aspal
Selalu mengayomi berharap dituruti
“Karena aku adalah lelaki,”
Ta!
Kasih tanpa Kesah
Lelaki itu bertarung seorang diri saat pagi
Peluhnya membasahi baju yang sudah disetrika rapi
Adalah asap dan debu skincare rutinnya setiap hari
Ia tak peduli asal pundi-pundi terisi Asal istri semakin berisi
Petang datang, lelaki itu pulang ke rumah sebagai pejuang
Pejuang adalah pahlawan. Pahlawan adalah sang tuan
Sang tuan harus disambut pelayan yang mampu:
(1) menyeduh kopi yang tak bisa ia minum;
(2) mencuci baju kotor bau yang bukan dari tubuhnya;
(3) membersihkan sendiri tempat yang ditinggali bersama;
(7) memendam keluh, menyeka peluh, bersyukur penuh;
(8) tidak berkata aduh;
(11) takut dilaknat malaikat;
…
Kasih Ayah II
Ayah membelikan ana sepeda kayuh merah muda
Kring … kring … di belakang ada boncengan dan keranjang di depan
“Main di halaman rumah, jangan sampai keluar pagar.”
Ayah membawa ana ke toko pakaian, membelikan ana
berpotong-potong gamis dan jilbab, pakaian yang ia kira ana suka
“Haram pakai celana.”
Ana baru pulang dari menimba ilmu di Negeri China
Hendak bilang kepada ayah, ingin mengukir nama di sana
“Menikah saja agar kau lebih dewasa.”
Kasih Ayang II
Malam teraduk dalam cangkir kopi pekat yang disesap oleh bibir yang saling
menyingkir. Napas berembus bersama asap dan asa untuk saling melengkapi
“Perempuan adalah kodrat. Na! Kau tak bisa menganulir.”
Ana masih ingat lagu yang ia dendangkan dengan petikan gitar di
tangannya—topi seniman menutupi rambut kemerah-merahan
dan buku filsafat hukum yang tergeletak di samping
cangkir kopinya—Ia bilang itu lagu Jason Ranti
Ia memesankan ana kopi, mengajarkan ana menyesap kopi
agar ana menetap mendengarkannya bernyanyi
agar perbincangan Dunia Sophie tak terhenti
agar proses dialektis yang ia gemari tak bersambung hingga menua nanti
Ana tak akan lupa ketika jemarinya sembunyi di dalam saku hoodie
kanan dan kiri. Gitarnya terkapar di kursi dan topi seniman ia biarkan
tergeletak di dekat sebungkus tembakau. Dan catatan-catatan
materi kelas feminis ana sembunyikan dalam tas
Ia mengajarkan ana melinting, mengisap gulungan berasap
agar perdebatan berminggu-minggu tentang kesetaraan
dan kesalingan segera bertemu sepemahaman
Penganut status quo sialan, suka menyepah
kata-kata berbunga kelompok kiri.
Hati yang merah kini melegam
Ofa Mudzhar homo fabulans
Ilustrator Hidayat Pasaribu | Editor Selo Rasyd Suyudi