“ puisi adalah hal yang esensial dalam hidup…..”
Demikian ujar Octavio Paz, seorang penyair yang mendapatkan nobel sastra tahun 1990. Nobel sastra akhirnya mampir ke penyair juga setelah sekian lama dijejali prosa ternyata dunia melirik puisi. Ya, puisi adalah sesuatu yang lain, the other, liyan, sesuatu yang liyan dari segala homogenitas.
Jangan tanyakan definisi tentang puisi, karena setiap orang akan mendefinisikan puisinya masing masing. Puisi tidak hanya sebatas sebuah geometria de ecos atau geometri gema dari kata kata. Puisi , sesuatu yang liyan itu mampu menghidupkan sesuatu yang tak berdaya, ada magis dari sebaris puisi yang benar benar ditulis oleh hati . Puisi adalah sebuah daya bagi perubahan, ia memberikan ritme, dimana ada jeda, metafora ataupun personifikasi,dia tersamar tapi energik.
Adalah Dead Poets Society, energi sang pemberontak, saat sang subjek merasakan kebahagian, pengorbanan,tentang hidup bahkan kematian. Ketika kehilangan puisi, tubuh hanya terjejali oleh prosa yang kaku dan terpaksa. Tak ada energy, tak ada yang liyan, hanya kebuntuan asa disetiap ujung langkah yang membuat perjalanan itu terhenti.
Puisi dicipta dari kata, dari bahasa. Melahirkan sebuah lagu, nyanyian pemberontakan, berenergi dan terus hidup. Energy yang mengalir dari sang subjek ke puisi itulah inti dari puisi. Puisi tidak sendirian ia bersama bahasa. Bahasa membutuhkan dialog, ia membutuhkan sebuah tempat umum ataupun dalam bahasanya Habermas public sphere sebuah tempat yang diimajikan oleh Habermas dimana terjadi perbincangan yang rasional tanpa dominasi.
Arena adalah sebuah puisi bagi saya. Puisi yang ditulis dengan sejarah persekawanan dan perlawanan. Kawan kawan, puisi kita belum selesai dan mungkin bisa tak akan selesai sampai kita tamat kuliah. Energy untuk menuliskan puisi kita diwujudkan dengan kerja dan karya. Tulislah puisi kita dengan indah, kawan. Perjalanan kita masih panjang. Harum sejarah ARENA hanya sebagian rima yang telah ditulis pendahulu kita. Saatnya kita menulis dan memaknai puisi kita.
Genap 37 tahun, semoga ARENA tidak hanya menjadi gema dari kata kata tanpa makna. Tiga dasawarsa lebih ARENA hadir diantara kita. Para pembaca yang setia menanti majalah atau SLiLiT ARENA, entah setelah dibaca, disobek, dibuang ketempat sampah, diumpat, atau malah tidak dibaca, itu merupakan apresiasi bagi ARENA. Terimakasih telah memperlakukan seperti itu. Koreksi yang membuat kami selalu berusaha berbenah. Harapan kedepanya ARENA lebih baik, tidak hanya membuat gerah dan panas melulu. Kritik itu pasti dan perlu tapi kami tidak ingin mencibir.
ARENA tidak hanya milik crew ARENA, ia milik kampus, para pejabat kampus, dan mahasiswa, karena ARENA hadir untuk menjadi bagian dari itu semua. Disaat usia menapak 37 tahun, kami ingin selalu berbenah dan terus hadir ditengah tengah hiruk pikuk kehidupan yang semakin bergegas.Mari kembali kita hubungkan tali silaturrahmi yang putus, komunikasi yang tidak harmonis, kita bentangkan lembaran baru untuk menatap esok yang lebih baik. Selamat Ulang Tahun ARENA. [Anick Aveuz@aveuzlova].