Home - Buruh Belum Sejahtera

Buruh Belum Sejahtera

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email


“Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan”

Begitulah kata-kata yang dilontarkan dari berbagai aliansi buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) dan Aliansi Rakyat Yogyakarta saat melakukan aksi di Malioboro dalam memperingati hari buruh dunia (1/5). Mereka berasal dari federasi pekerja serikat lem, antara lain KSPIDIY, RTMM, NIBA, FARKAS, KAHUT, selain itu juga terdiri dari Serikat Pekerja Nasional, Serikat Buruh Indonesia, Serikat Pekerja Mandiri, Serikat Rumah Tangga dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang terdiri dari Lembaga Pers Mahasiswa se-Yogyakarta. Mereka menyuarakan aspirasinya yaitu menuntut kesejahteraan buruh yang selama dua abad ini tidak mengalami perubahan.

Aksi dimulai dari jalan Abu Bakar Ali hingga berakhir di titik nol kilometer. Massa aksi menyuarakan hak-hak buruh untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta yang sampai saat ini masih sangat rendah. Selain itu mereka menuntut untuk menghapus sistem outsourching (sistem kerja kontrak) karena sangat merugikan buruh.

Seperti yang diungkapkan Bayu Panji, salah satu massa aksi. Ia berharap, mayday kali ini bukan hanya peringatan semata, tetapi dapat membawa perubahan yang signifikan dan membawa dampak baik untuk kesejahteraan buruh yang selama ini selalu tertindas. Hal senada juga diungkapkan Irsad Ade Irawan selaku korlap dari ABY. Ia mengatakan, kondisi perburuhan saat ini sangat menyedihkan, karena para buruh yang menghasilkan barang-barang dan sebagai tulang punggung bangsa, tidak sejahtera. Hal itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pemerintah masih menjalankan politik upah murah, selain itu negara masih menerapkan kebijakan sistem outsourching, serta kebijakan lainnya yang merugikan para buruh di Indonesia misalnya kebijakan UU Migas dan penanaman modal asing. Hal tersebut memuluskan jalannya para pengusaha untuk mengurangi hak-hak buruh.

Heni, salah satu massa aksi yang berasal dari serikat pekerja rumah tangga mengungkapkan buruh harus mendapatkan upah yang layak. “Teman-teman kami yang menjadi pekerja rumah tangga sampai saat ini masih ada yang hanya digaji 350 ribu per bulan bahkan kadang mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari majikan, oleh sebab itu dengan ini kita ingin menyuarakan hak-hak kita dan berharap ini akan menjadi jalan untuk memperbaiki nasib kita ke depan,” ujarnya. Sementara itu, Wawan, seorang penjual bakwan kawi (30 thn) mengatakan, aksi ini sangat bagus untuk menyuarakan aspirasinya. “Saya harap aspirasi yang dikeluarkan bisa segera didengar dan dilaksanakan, bukan hanya sumpah serapah dan janji para pejabat,” ujarnya.

Aksi ini diakhiri dari pernyataan sikap bersama dari berbagai Aliansi tersebut. Mereka menuntut pemerintah untuk menindak tegas pelanggar upah minimum, hentikan pemberangusan serikat buruh/pekerja, berikan akses JAMKESOS dan Jaminan Kesehatan dan Pendidikan (KMS), hapuskan sistem kerja kontrak ( outsourching), tolak diskriminasi buruh perempuan, tolak kenaikan BBM, turunkan harga-harga sembako, cabut ayat 6a Pasal 7 dan pasal 18 UU APBN 2012, cabut UU Migas dan penanaman modal asing, serta beri upah dan kerja layak bagi pekerja rumah tangga. [Aat dan Incus]