Paradigma seseorang menentukan penafsiran atas teks Alqur’an atau Hadits. Banyak sekali ayat Alqur’an yang “ganas” jika difahami secara tekstualis tanpa melihat konteks turunnya ayat tersebut. Misalnya, ayat-ayat tentang jihad, seringkali disalahfahami bahwa umat muslim diwajibkan memerangi atau membunuh orang-orang musyrik.
Akhir-akhir ini masih marak sekali pelaku kekerasan atas nama Tuhan. Mereka merazia tempat-tempat yang diklaim sarang maksiat, atau bahkan mengebom tempat-tempat itu. Perilaku teror dan kekerasan yang mereka lakukan, ternyata sangat dipengaruhi pemahaman yang mereka terima dalam menafsir teks, Alqur’an ataupun Hadits. Sementara, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh paradima.
Itulah yang diungkapkan Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag, Direktur Pusat Studi Qur’an Hadits (PSHQ) FUSAP UIN dalam mengisi seminar di Teaterikal Fak. Ushuludin pada 24 Mei 2012. Acara ini diadakan oleh Divisi Tafsir UKM JQH Al-Mizan dengan tema Paradigma Alqur’an sebagai Kalam Allah “Deradikalisasi Penafsiran Alqur’an.”
“Maka, disini saya menawarkan paradigma Rahmah, kasih sayang, dalam menafsir Alqur’an dan Hadits. Sekian pemahaman dan penafsiran yang sekiranya tidak sesuai dengan kasih sayang, harus ditinjau ulang, atau bisa juga diamputasi. Karena islam adalah agama rahmah, agama kasih sayang,” lanjutnya kemudian.
[Ahmad Taufiq]