Home - Tiga Pilar Menuju Kebangkitan Nasional

Tiga Pilar Menuju Kebangkitan Nasional

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

“Setahuku, agama itu lahir bukan soal siapa Tuhan, tapi soal kesenjangan sosial”

Itulah cuplikan perkataan Sujiwo Tejo, budayawan, dalam Orasi Budaya di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Rabu (30/5). Acara yang dihadiri lebih dari 800 peserta ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial (HIMA IKS) dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional dengan tema “Menuju Kebangkitan Nasional”. Dalam orasinya Sujiwo membahas tiga tema sekaligus, yaitu keagamaan, kesehatan dan pendidikan.

Kembalikan agama ke Khitthahnya
Dalam keagamaan, ia gelisah dengan adanya konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Ia juga mengomentari terkait bagaimana ormas-ormas keagamaan ramai-ramai mencekal Lady Gaga yang mau konser di Jakarta dengan alasan erotis, porno, tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Ia mempertanyakan, “lebih porno mana, Lady Gaga, dengan realita sosial saat ini dimana kemiskinan dimana-mana sementara agama tidak mampu menyelesaikan?” ungkapnya dengan nada serius.

Menurutnya, agama seharusnya menjadi problem solving atas kesenjangan sosial yang ada, bukan malah menjadi sumber masalah. Maka, “sekarang perlu mengembalikan agama pada khitthahnya,” ujarnya.

Utamakan Kesehatan Batin
Dalam hal kesehatan, ia tidak komentar banyak. Ia mempertanyakan pepatah “men sana in corpore sano,” jiwa yang sehat ada pada raga yang sehat. Baginya, banyak sekali orang yang sehat badannya, tapi sakit jiwanya. “Lihat para koruptor itu, badannya sehat-sehat kan?” katanya.

Ia mengajak peserta untuk lebih mengorientasikan kesehatan batiniah dengan memberi contoh banyak sekali orang yang lemah badannya, tapi sehat jiwanya, semisal Stephen Hawking, fisikawan kondang, yang lumpuh. Tetapi, bukan berarti tidak mengurusi raga, melainkan soal mana yang harus didahulukan.

Pendidikan dan Local Wisdom
Soal pendidikan, ia lebih menekankan pada aspek moral. Saat ini, hal-hal teknis, baginya sudah sangat mudah dicari sendiri di internet. Jadi pendidik tak perlu mengajarkannya.

Selain itu, ia juga menyarankan agar institusi pendidikan tetap mengajarkan local wisdom. Sebab, local wisdom sangat bermanfaat. “Jangan main sikat saja. Hal-hal yang belum rasional langsung dianggap klenik.”
Acara tersebut dipungkasi dengan gending (lagu) yang berjudul Titi Kolo Mongso diiringi lantunan piano dengan syahdu. Semua yang hadir tampak meresapi gendhing yang dilantunkan budayawan kondang asal Situbondo ini. (A Taufiq)