Home - Semiotik, Perangkat Berpikir Kritis

Semiotik, Perangkat Berpikir Kritis

by lpm_arena

Mengkaji Visual secara Kritis

 

Semiotik merupakan pembekalan pemikiran kritis dalam melihat teks (gambar, patung, poto, dan lain sebagainya. red). Sehingga kadang kajian semiotik kurang heroik, dari pada kajian-kajian kebudayaan kontemporer lainnya. Sebut saja kajian media, culture studies dan ekonomi politik.

Hal ini disampaikan oleh Kris Budiman, Dosen sekaligus penulis buku saat memberikan kuliah umum pada acara bedah buku ‘Semiotika Visual, Konsep Isu dan Problem konisitas’ di Mandala Wanitama, Yogyakarta, Minggu (17/03) kemarin. Acara tersebut termasuk serangkaian kegiatan Pesta Buku 2013, yang dimulai pada Rabu (13/03) dan berakhir Selasa (19/03).

Menurut Kris Budiman, semiotik hanya berurusan dengan kajian teks visual. Menganalisis dan menginterpretasikan tanda-tanda visual yang digunakan dalam gambar. Bahkan semiotik bisa digunakan untuk memvisualisasikan sesuatu yang terbilang muskil. “Cinta dulu diidentifikasi dengan wujud hati, sekarang karena hati dinilai sudah konfensional, maka cinta bisa divisuallisaikan dengan bra, sepatu, bahkan celana dalam,” ungkapnya.

Untuk membaca tanda-tanda (sign) tersebut semiotik tidak dapat berdiri sendiri, ia tentu harus didukung dengan beberapa aspek yang melingkupinya. Yakni, ilmu linguistik (bahasa) dan ilmu sastra. Dengan modal tersebut, lanjut Kris sebenarnya kita sudah mampu membaca kode-kode visual yang menerpa kita setiap hari. “Apa yang kita lihat bisa dikatakan kajian visual,” tuturnya.

Kode-kode visual ini menjadi modal awal untuk memasuki ruang pembacaan kajian kritis semiotik. Dimulai dengan penandaan praktek (signified prativied) sebuah kebudayaan atau sejarah yang terdapat pada kode visual.

Dosen Kajian Budaya dan Media Pascasarjana UGM ini memberikan contoh cover buku Twilight. “Gambar ini sangat sederhana, dua sampai tiga tanda, tapi kode-kode visual yang digunakan sangat interpretative dan ambiguitas” sambutnya.

Kris menjelaskan secara umum, bahwa cover yang berkomposisikan sebuah lengan yang menyodorkan apel dengan background hitam ini mempunyai korelasi social terhadap pemaknaan semiotik.

“Ada dua interpretasi dari kode-kode yang ditampilkan cover ini,” kata Kris memulai analisisnya. Lengan bisa dimaknai sebagai lengan perempuan atau lelaki bahkan belum tentu keduanya, Kode tangan tersebut apakah menerima atau menyodorkan buah apel dan buah apel pun jika dimaknai secara teologis bisa berarti buah Kuldi (islam) dan buah baik-buruk (Kristen).

Sementara secara pribadi Kris menganalisis gesture lengan tersebut sebagai lengan perempuan yang sedang menyodorkan buah apel. Buah apel dimaknainya sebagai buah yang memberikan kesegaran, kenikmatan dan menggairahkan.

“Pertanyaannya adalah buah apel itu disodorkan kepada siapa?” Tanya Kris, mencenangkan. Ia menjawab bahwa yang menerimanya adalah ular (vampir,iblis, red), disimbolkan lambang background hitam. “Jadi dapat dimaknai cover tersebut ada seorang perempuan yang menyodorkan kenikmatan dosa terhadap siluman. Hal ini ada korelasi dengan sinopsis belakang buku novel karya Stephenie Meyer ini,” tutur Kris menyimpulkan. [Taufiqurrahman].

Editor: Taufiqurrahman