“Refleksi bagi generasi muda untuk kembali menghargai kesenian etnis yang menjadi identitas daerah sekaligus identitas nasional yang mulai terlupakan.”
Teater Eska kembali menggelar kegiatan kesenian Pohon Inspirasi dengan tema Malam Etnis pada Kamis malam (21/03), kemarin. Acara yang berlangsung disebelah selatan Gelanggang Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Suka) tersebut merupakan agenda rutin Teater Eska untuk mewadahi kreativitas para anggotanya selain dengan proses pentas produksi.
Berbagai penampilan kesenian etnik daerah seperti tari khas Riau, tarian Gunung Kidul, macapat khas Jawa Tengah, gegurian Jawa Timur, Dongeng Sunda dan seni pertunjukan tradisional lainnya menyemarakkan acara malam kreativitas tersebut. “Pohon Inspirasi itu sebenarnya salah satu agenda rutin Teater Eska untuk mewadahi kreativitas dari anggotanya selain produksi atau pentas. Jadi, setiap pengisi acara bebas mengisi apa saja selama dalam koridor kesenian dan profetik,” tutur Sayu Alfatah selaku ketua panitia.
Tema Etnik sengaja disuguhkan karena keprihatinan Teater Eska terhadap kesenian etnik lokal yang mulai ditinggalkan generasi muda. Kaum muda sekarang lebih gemar dengan kesenian-kesenian impor terutama dari barat daripada kesenian negeri sendiri. “Generasi muda sekarang itu mulai lupa dengan kesenian etnik lokal sendiri. Padahal kesenian tersebut merupakan identitas negeri kita. Mereka lebih suka kesenian luar teruatama dari barat,” ujar Abdillah, pembawa acara.
Para penampil tidak hanya dari anggota Teater Eska saja, para penonton pun dipersilahkan menampilkan kreativitas keseniaanya. Beberapa penonton yang kebanyakan anggota komunitas kesenian, seperti Komunitas Bawah Pohon, Komunitas Rudal dan Gorong-Gorong Institute merespon positif dengan turut ambil bagian dalam meramaikan pementasan.
Sementara, dari kalangan mahasiswa UIN Suka yang tergolong tidak tergabung dalam sebuah komunitas seni tidak terlalu banyak yang datang. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi dikalangan Kampus. [Muhammad Arif Setiawan].
Edior: Taufiqurrahman.