Kecuali
Aku ingin membatu sedetik saja bersamamu
Hanya aku dan kamu
Tak ada yang lain di detik yang kemudian
Tapi apakah kamu mau diam bersamaku dan terkikis waktu
Kamu tahu? Udara pun terkikis saat diam
Aku yakin kamu takut
Takut dengan stagnan yang membuat segala sesuatu seperti kentut
Bernada seperti musik dalam getaran rendah maupun tinggi dan selamanya berbau busuk
Jadi kita musti bergerak? Kupikir tidak juga
Aku yakin kamu takut
Takut dengan dinamika yang akan membuat segala sesuatu aus
Meski kamu bukan seperangkat mesin
Jadi kita seperti lazimnya semua benda kosmo saja
Diam pada titik masingmasing dan bergerak mengitari orbit masingmasing
Kecuali jika kamu ingin membatu atau aus bersamaku
Yogyakarta , 13- 2-13
Semut Kopi
Kami membangun rumah di dahan yang salah
Di sela merah biji kopi paduka yang masih basah
Jika tiba musim panen kami harus siap digusur permanen
Tentu anakanak kami juga harus absen di hari senen
Hujan sore tadi begitu lebatnya paduka
seperti langit mengerti kami merasakan hebatnya duka
rumah- rumah kami lenyap istana paduka tetap mengkilap
bolehkah kami menginap semalam genap
sore hampir berganti gelap esok kami diusir pun siap
Duhai paduka raja mengapa kami diusir begitu saja
Padahal kami hanya ingin menumpang semalam saja
Setelah rumah kami di gusur begitu saja
Dalam tempo semalam saja
Yogyakarta , 17/12/2012.
Sketsa Wajah Diyalaria
oleh Solihin Rahmat (Catatan) pada 6 Juli 2012 pukul 13:00
: dg
Seumur malam kupindai wajahmu pada kertas putih dengan ampas kopiku
Dengan gores garis sederhana mulamula kugambar matamu lentik simetris
Mata yang selalu mencitra malam dan semesta langitnya lengkap dengan rembulan kuning
Pada bibirmu kulekatkan lengkung cerminan keluwung
Ada garisgaris samar seperti bekas cakar atau garisgaris sawah yang berjajar
“Aku suka orangorang yang selalu tersenyum. Seperti ada kunangkunang di rambutnya”
katamu pada suatu malam di kedai kopi yang dipenuhi orangorang dengan rambut penuh kunangkunang
Maka kubuat bibirmu bersenyum seperti lengan anturium dan semulia aurum
Malam selanjutnya sketsa wajahmu seperti ampas kopi yang mengendap di dasar cangkir
Begitulah di dasar hatiku ia terukir
Malam itu mataku berkunangkunang melihat kunangkunang memenuhi rambutmu
Nagata, 4 Juli 2012
Rahmat Solihin
adalah mahasiswa Sastra Arab fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta