Home - Menembus Batas Patriarki Dalam Politik

Menembus Batas Patriarki Dalam Politik

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Eksistensi perempuan dalam ranah perpolitikan saat ini terus diperhitungkan. Baik di ranah politik nasional, maupun dalam politik kampus. Universitas adalah miniatur negara. Dimana proses demokratisasi menjadi hal yang paling diusung untuk kemaslahatan masyarakat. Sepanjang perjalanan Pemilihan Mahasiswa ( Pemilwa) pasca konversi IAIN ke UIN (3 kali periode pemerintahan), belum ada calon perempuan dalam memperebutkan kursi kepemimpinan di Dewan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Moch. Shodiq selaku staff Pusat Studi Wanita, memaparkan pendapatnya tentang eksistensi mahasiswa perempuan dalam ranah politik kampus. Shodiq mengatakan bahwa demokratisasi di UIN masih mencari bentuk ideal. Baik ditingkatan birokrasi maupun mahasiswa. Terdapat tiga aspek yang mempengaruhi proses demokratisasi dalam wacana gender di kampus. Komunikasi, Partisipasi, dan Orientasi. Shodiq menuturkan, terbentuknya sebuah sistem demokrasi di kampus haruslah melalui aspek komunikasi yang baik.

Kondisinya saat ini, dalam proses berkomunikasi di kampus masih terbentur pada perbedaan ras, gender. Selain itu, belum adanya kesamaan tujuan. Sehingga, proses komunikasi yang menjadi aspek terpenting dalam perwujudan demokrasi tak mampu tercipta secara baik. Pola komunikasi masih terbatas pada kepentingan kelompok.

“Komunikasi yang baik adalah yang transparan. Terdapatnya dialog terbuka dalam membangun wacan gender,” papar Shodiq.

Dalam segi partisipatif pun demikian. Keterlibatan perempuan belum masif. Posisi perempuan cenderung terpinggirkan. Ada beberapa hal yang membuat perempuan menjadi terpinggirkan. Salah satunya adalah kultur, budaya yang sedari awal sudah mengkonstruk pikiran masyarakat.

“Stigma di masyarakat sampai sekarang ini kan masih sama, yakni laki-laki selalu identik dengan memimpin. Padahal, pemimpin saat ini harusnya lahir bukan pada situasi politik, tetapi pemimpin yang lahir dari kultur. Terbentuk karena pendewasaan terhadap situasi. Karena, membangun UIN bukanlah sebuah perkara mudah. Dan disetiap elemen dalam UIN harus bersinergi satu sama lain,” tutur Shodiq.

Paradigma yang kuat inilah yang menjadi tantangan menarik bagi kaum perempuan dalam melawan stigma. Perempuan harus mampu melawan stigma masyarakat dengan kemampuan dan skill yang dimiliki perempuan dalam memimpin.

Membangun wacana sensitif gender pada tataran masyarakat memang tidak mudah, tapi harus terus digalakkan. Shodiq menganalogikan kampus sebagai miniatur Negara. Kampus sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan lebih dari masyarakat awam kebanyakan.

“Kampus itu kan identitasnya lebih cerdas dari masyarakat. Kampus juga dibentuk, sebagai ruang pergesekan keilmuan. Sehingga, pada implementasinya. Eksistensi perempuan lebih terbuka pada ruang kampus. Selain itu, karena iklim kampus yang mengusung kesetaraan. Kampus juga memberikan banyak peluang untuk mahasiswa turut aktif dalam proses demokratisasi,” ungkap Shodiq di sela – sela kesibukannya.

Lebih lanjut Shodiq menjelaskan bahwa, pada prosesnya, demokratisasi kampus mestinya mampu mengakomodir seluruh pihak. Karena, hakekatnya demokrasi itu harus dirasakan oleh seluruh orang, tak terkecuali.

Shodiq juga berpendapat bahwa potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan di kampus ini sebenarnya patut diperhitungkan. Ia menegaskan bahwa selayaknya perempuan juga mampu turut bersaing di dunia perpolitikan, agar stigma yang sudah terlanjur melekat di kepala para laki-laki bisa dipatahkan dengan kompetensi dari perempuan sendiri.

“Berangkat dari stigma patriaki, stigma ini bisa dibongkar oleh empowerment perempuan. Dunia akademis sudah membuat iklim ini, tinggal bagaimana kaum perempuan mengolah skill dan menunjukan eksistensinya,” tegas Shodiq.

Dalam akhir perbincangannya, Shodiq berharap bahwa nantinya, Pemilwa tahun ini mampu berjalan dengan baik.

“Pemerintahan ini harus bisa dimiliki bersama. Tipologinya begini, ketika pemerintahan sudah bisa dimiliki oleh seluruh elemen kampus, maka dari setiap individu kampus pasti ingin kampus ini menjadi besar. Sehingga, rasa untuk membesarkan kampus mampu terwujud bersama. Karena, membangun sebuah pemerintah, juga merawat kampus ini, bukanlah persoalan mudah. Membuat kampus ini besar. Seluruh elemen mahasiswa turut serta dalam kebersamaan,” pungkas Shodiq.[Intan]