Masih Setia dalam Badai
Untuk Ulpe
Bukan tanpa alasan kau ajak kami untuk setia singgah di perahu yang selalu dalam badai
Bukan tanpa tujuan kau tahan kami untuk setia mendayung dalam gelombang dan diantara batu karang
Tapi terlalu sering kami merasa sendiri, mengarungi lautan sendiri, dalam perahu sendiri
Tapi memang terlalu sering kami menganggap pada akhirnya kita hanya seorang diri!
Ah, ya ya, dunia memang terlalu runyam
Mungkin dalam sepimu kau teteskan airmata
Mungkin dalam gelapmu kau merintih dan memaki kenyataan yang terlalu sering tak bersahabat
Tapi kau… dalam badaimu yang mengaduk dirimu, kau tetap tak mau menyerah bahwa kita masih dalam perahu yang sama
Kau bahkan mampu kibaskan perihmu, kobarkan api semangatmu, juga mendung keluhmu sendiri
Aku lalu meraba, membaca…
Kita memang harus lanjutkan perahu kita yang mungkin nyaris karam
Sebab jauh di ufuk sana, mimpi akan tetap terpeluk
Dan kita tersenyum dalam pangkuan bumi.
Jogja, 10 Januari 2013,
malam ulang tahun Arena ke-38
Rindu Lagi
Hujan sudah reda, tapi kau tak jua kesini
Padahal ada serpih-serpih kata yang ingin kususun bersamamu
Kata yang berantakan saat badai rinduku mengamuk
Kemarilah
Biar angin bersemilir sekedarnya
Mengalun, menderu, seperti biasanya.
Blandongan-Sarkem, 2-3/02/13
Klandestin
kau lihat? Salam rinduku terkirim…
Ia melewati celah-celah gerimis, juga ganasnya petir
Lalu berhenti menatap wajahmu
Kau, perempuan manis dan sendu
Ada kisah yang belum selesai
Belum sempat kita catat
Aku ingin tangan mungilmu mencatatnya suatu saat
Dengan tinta jingga dari negeri para peri
Jogja, Juni 11-Mei 13
Oleh : A Taufiq
Penulis Aktif di Jenar Society, Teater Boemi, dan hidup dalam kisah yang tak selesai.