Home - Salaf as-Shalih dalam Kontestasi

Salaf as-Shalih dalam Kontestasi

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Judul Buku      : Konsep Salafiyyah Dalam

Kontestasi Aliran-Aliran

Islam Klasik & Kontemporer.

Penulis             : Irwan Masduqi

Penerbit           : Assalafiyyah Press

Terbitan           : Pertama, 2013

Tebal                : iv + 72 Hlm.

Penulis            : Usman Hadi

 

 

Masih segar dalam ingatan kita kerusuhan antara dua kelompok keagamaan yang berlainan padangan di Sampang, yakni antra golongan Sunni dan Syi’ah yang berakhir dengan pembakaran rumah beserta pengusiran penduduk yang beraliran Syi’ah oleh penduduk Sunni pada 26 Agustus 2012 silam. Rivalitas kedua golongan keagamaan yang telah berlangsung lama ini memang bukan lagi mejadi rahasia. Karena doktrin antara kedua golongan ini memang berbeda dan percekcokan antara kedua golongan ini pun telah berlangsung sejak lama.

Sebenarnya tidak hanya kedua golongan keagamaan ini. Golongan dan sekte keagamaan dalam Islam lainnya pun saling mengklaim diri bahwa golonganyalah yang benar. Dan masing-masing golongan mengatasnamakan diri sebagai golongan yang mengamalkan konsep salaf al-shalih, sebagai cermin golongan terbaik paska wafatnya Rasulullah.

Karena masing-masing golongan mengklaim diri sebagai penerus golongan salaf al-shalih, maka konsep salaf al-shalih di era kontemporer ini semakin kabur. Pertanyaan yang kemudian muncul, bagaimanakah konsep salaf al-shalih yang sebenarnya?

Buku yang berjudul “Konsep Salafiyyah Dalam Kontestasi Aliran-Aliran Klasik & Kontemporer” ini muncul guna menjawab pertanyaan tersebut. Tak hanya itu, dalam buku ini juga berusaha memaparkan kesejarahan dari perkembangan konsep salaf al-shalih guna mempermudah pembaca untuk mengetahui perkembangan istilah salaf al-shalih dari masa ke masa.

Jika kita mengacu kepada ungkapan Ramadhan Buthi, maka Salafiyyah yang dimaksud yakni golongan dari periode yang diberkahi. Periode ini meliputi masa Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ al-tabi’in. Namun jika mengacu kepada pandangan Abu Zahra, maka akan timbul presepsi lain, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Tarikh al-Madzahib. Abu Zahra mendefinisikan salaf sebagai golongan pengikut Ahmad Ibnu Hambal (4 H.). Ajaran Hambal ini kemudian dibangkitkan oleh Ibnu Taymiyyah (7 H.) dan selanjutnya dihidupkan kembali oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (12 H.).

Sementara dalam buku ini diterangkan bahwa konsep awal salaf al-shalih pada periode tabi’in disematkan kepada para sahabat. Namun kemudian timbul pergeseran makna. Pada masa tabi’ al-tabi’in, salaf al-shalih melekat pada diri ahli hadist yang mengharamkan motode ta’wil sebagaimana yang diterapkan oleh golongan Mu’tazilah (Hal. 17).

Lambat laun paradigma yang dibangun oleh Ahmad Ibnu Hambal ini mulai bergeser, karena para pengikutnya terlalu fanatik terhadap pandanganya yang menganggap hanya dari golonganyalah yang benar dan kelompok inipun mulai semena-mena terhadap golongan lain yang tidak sejalan.

Kemudian muncul golongan Asya’ariyah dan Maturidiyah yang mencoba menghidupakan kembali ajaran Salafiyah dengan tanpa menafikkan peran rasio. Namun sebagaimana yang disebutkan dimuka, kaum Sunni yang notabene merupakan pengikut Asya’ariyyah maupun Maturidiyyah pada kenyataanya juga terdapat sebagaian orang yang fanatik terhadap pemahaman tersebut. Hal itu kemudian menimbulkan konflik dengan golongan lain.

Jika kita melihat era kontemporer sekarang ini, istilah salaf al-shalih selalu diidentikkan sebagai golongan konservatif, statis, dan terbelakang. Istilah ini dikait-kaitkan dengan golongan wahabi yang berkembang di Saudi Arabia. Namun pada kenyataanya golongan ini juga menggunakan jalan-jalan kekerasan dan tak mengenal istilah toleransi dalam beragama. Semua ajaran agama Islam yang tak sesuai dengan mereka akan mereka musuhi.

Dalam buku ini disimpulkan bahwa sebenarnya konsep Salafiyyah itu muncul sebagai cermin romentisme ulama’ generasi belakangan yang merindukan primordialisme Islam otentik pada era perdana. Konsep pemikiran yang fanatik menjadi catatan besar dalam buku ini. golongan yang mengaku salaf al-shalih akan selalu melegalkan kekerasan sebagai jalan pembenaran ajaran golonganya. Maka salaf al-shalih selayaknya dipresepsikan sebagai perwujudan toleransi umat dengan mencoba menjalankan Islam sebagaimana Islam masa Rasulullah dan para sahabat. Ketika itu ajaran Islam disebarkan tanpa paksaan dan penuh dengan nilai toleransi umat.

Buku ini sangatlah bagus dan sangat dianjurkan untuk semua golongan keagamaan agar  tidak terjebak terhadap fanatisme golongan. Namun perlu menjadi catatan, pembahasan dalam buku ini perlu dispesifikkan. Karena sebagai pembaca yang awam, saya sangat kesulitan dalam membedakan mana pembahasan teologis dan mana pembahasan salaf al-shalih. Meskipun saya sadar kedua substansi tersebut tak bisa dilepaskan, namun selayaknya penulis memberikan pemaparan lebih agar pembaca tidak kebingungan.

*Penulis adalah mahasiswa sejarah dan kebudayaan Islam semester IV.