Home - Melenyapkan Kekerasan Sistemik

Melenyapkan Kekerasan Sistemik

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh : Abd Gafur Az-Shodiq *)

Dewasa ini Indonesia dihadapkan pada persoalan dehumanisasi, mengingat serba carut marut bangsa Indonesia. Mulai dari ketidaksejahteraan, krisis kebangsaan,  meningkatnya radikalisme agama, meningkatnya kasus pemerkosaan, korupsi para elite politik dan pejabat birokrasi, ketidakpedulian negara terhadap warga, penggusuran warga demi proyek pembangunan, serta bentuk-bentuk dehumanisasi lainnya menjadi keresahan yang tidak kunjung teratasi.

Moral baik adalah jawaban rasional yang mampu mengatasi bentuk persoalan dehumanisasi diatas. Pokok pembahasan dalam masalah moral atau etika adalah pertanyaan menyangkut hubungan antar manusia. Pertanyaan mendasar yang sering mengemuka adalah apakah hubungan itu  merupakan hubungan yang baik atau hubungan yang buruk. Jika diteliti dengan seksama, adanya peperangan atau pertikaian antar bangsa dan antar ras, pada dasarnya persoalan tersebut dapat dikembalikan pada masalah moral. Moralitas dengan begitu merupakan hubungan yang menyangkut semua manusia tanpa melihat perbedaan ras, bangsa, dan suku bangsa. Oleh karena itu, moralitas harus berlaku universal.

Sejak zaman Yunani kuno, persoalan moral ini telah mendapat perhatian sehingga muncul beragam aliran moral, seperti hedonesme, yang menyatakan bahwa kebaikan tertinggi adalah kesenangan atau kebahagiaan. Aliran epikurisme mempunyai tujuan bahwa yang baik adalah kesenangan. Aliran utilitarisme mendasarkan moralnya pada utility, yaitu tindakan yang benar dan baik adalah tindakan yang memberikan manfaat yang paling besar bagi masyarakat.

Dalam konteks ini, norma-norma moral mempunyai sifat mewajibkan agar orang bertindak atau sesuai dengan hukum moral sehingga Indonesia lahir tanpa dehumanisasi. Nilai moralitas harus dijabarkan ke dalam berbagai bidang kehidupan agar menjadi nilai-nilai yang living reality, yang eksis dalam kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia harus berusaha melaksanakan dasar moralitas dan ideologI negaranya kedalam berbagai aspek kehidupannya.

Meskipun hal tersebut diatas bersifat pilihan kepada seseorang untuk melakukannya atau tidak. Merasa wajib bertindak sesuai dengan hukum moral, harus didorong oleh kehendak baik dan disadari oleh motivasi yang baik. Penulis sangat menekankan wajib yang semacam ini, dan memandang wajib sebagai pokok kesusilaan. Membentuk masyarakat yang ideal, yang didalamnya berlaku norma-norma moral. Inilah tujuan dari masyarakat yang mencapai kebebasannya yang sempurna dan dapat menjalankan kewajibannya. Masyarakat semacam ini tidak dapat dicapai di dunia, namun dengan adanya harapan untuk mencapai masyarakat yang semacam ini akan mendorong manusia untuk bertindak demi wajibnya berbuat baik itu sendiri.

Menurut hemat penulis, manusia mempunyai sifat untuk menjadi bermoral. Oleh karena itu, pada dasarnya mempunyai dorongan untuk bertindak baik. Secara umum, moral yang baik ada pada imperatif kategoris yang bersifat otonom. Tindakan yang baik datang dari diri sendiri dan merupakan suatu imperatif yang berakar pada kehendak sebagai akal budi praktis, sebagaimana Kant menegaskan bahwa moral sejati  berasal dari rasio dan bersifat rasional serta tidak mendapatkan pengaruh apa pun yang datang dari luar diri manusia. Yang baik adalah kehendak yang baik.

Kant juga berusaha untuk mengajukan prinsip-prinsip moral yang dapat berlaku bagi manusia. Prinsip itu adalah prinsip moral yang formal dan menginkat, yang tidak dipengaruhi oleh keadaan tertentu. Pada setiap diri manusia, ada kecendrungan untuk berbuat baik dan melaksanakan kewajiabannya. Inilah yang menurut Kant disebut hukum moral yang datang dari diri sendiri, dari hakekat manusia yang paling dalam. Hukum moral ini juga menbawa manusia untuk berhubungan dengan alam karena pada dasarnya hukum alam dan hukum moral dapat dikatakan sebagai hukum akal budi yang sama.

Titik pusat teori moral Kant adalah kehendak baik. Hal yang penting adalah bahwa manusia itu harus menginginkan yang baik, dan tidak ada yang baik kecuali kehendak yang baik, yang timbul karena merasa baik. Apabila seseorang bertindak dengan didasari oleh motivasi baik, maka hasil tindakannya tentu baik dengan tanpa melihat hasil atau konsekuensi yang timbul. Jadi, kehendak yang baik tidak tergantung pada hasil tindakan. Kehendak yang dikendalikan oleh akal budi, tidak oleh suatu keinginan atau kecendrungan, adalah kehendak yang mutlak, yang merupakan suatu kewajiban yang harus dipatuhi. Jadi, wajib ini datang dari diri sendiri, perintah yang oleh Kant di sebut sebagai prinsip universalitas.

Prinsip universalitas mengandung arti bahwa seseorang dalam bertindak hendaklah sesuai dengan maksimnya. Maksim dan tindakannya itu dapat diharapkan menjadi hukum umum. Tindakan tersebut tidak boleh datang karena kecenderungan—sebab jika ia datang karena kecenderungan, tentu tidak dapat berlaku umum. Mengenai tujuan, Kant mengatakan bahwa manusia adalah tujuan bagi dirinya sendiri, dan bukan alat bagi manusi yang lain. Manusia adalah makhluk berakal dan mempunyai pikiran sendiri, dan karena itu manusia yang satu tidak dapat dieksploitasi oleh manusia lainnya. Manusia bukan alat, hanya bendalah yang dapat dijadikan alat. Kebebasan bertindak adalah kebebasan pribadi. Jadi hukum moral yang dipatuhi  adalah bukan hukum yang didatangkan dari luar, melainkan muncul dari dalam diri manusia itu sendiri. Dengan demikian, memenuhi kewajiban dan memenuhi perintah akal budi dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang tinggi karena pertintah itu datang dari diri manusia yang paling dalam.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditegaskan bahwa secara rasional dapat diyakini bahwa dengan moral yang baik maka Indonesia bisa menjawab keresahan diatas. Kita sebagai bangsa Indonesia yang baik serta tidak sempurna harus berusaha untuk mencapai kesempurnaan dengan bertingkah laku dan bermoral baik. Indonesia tanpa dehumanisme adalah dasar dan tujuan moral sebagaimana pancasila dicipta sebagai tuntunan moral yang memberi arah kepada bangsa Indonesia bagaimana setiap warga negara harus bertindak dan bertingkah laku, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Denga Indonesia membumikan moralitas maka Indonesia bias menjadi negara yang berdikari  tanpa dehumanisme. Yakinlah.[]

 

*) Pria kelahiran Batang-batang, Sumenep, Madura, 26 Januari 1991. Pernah sekolah di MI Nurul Jadid  Batang-Batang (sekarang SDI), MTs Nurul Jadid Batang-batang (sekarang SMPI) dan SMA Yayasan Abdullah (Alumnus Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar Sumenep). Saat sekarang menempuh jenjang kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora pada Prodi Ilmu Komunikasi. Aktif dikajian (sastra dan filsafat) Rumah Kosong, Lembaga Pers Mahasiwa Arena UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan KMPD (Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi) Yogyakarta.  Selain  itu, ia juga menjadi staf desainer di At-Taqwa’s Design of Yogyakarta. Karyanya berupa catatan kecil saja yang di muat di beberapa media di Yogyakarta.