Home - Arti Pemimpin dimata Wiranto dan Anis Matta

Arti Pemimpin dimata Wiranto dan Anis Matta

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Foto diambil dari www.antaranews.com

lpmarena.com, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gajah Mada (BEM KM UGM) mengadakan Dialog kebangsaan “Dari Kampus mencari Pimpinan” Kamis (24/10). Acara ini dimeriahkan oleh Wiranto (Ketua Umum Partai Hanura), Anis Matta (Presiden Partai Keadilan Sejahtera), Isran Noor (Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) dan Mantan Walikota Yogyakarta 2001-2012, Herry Zudianto.

Dalam kesempatan itu, Wiranto menjelaskan makna perubahan yang harus segera diterapkan dalam upaya mengatasi permasalahan Indonesia. “Perubahan adalah tanggung jawab kepemimpinan. Pusaran kesalahan kita adalah rekrutment parpol, proses seleksi KPU, dan pemimpin yang bermasalah. Itu yang harus ada perubahan”, terang Wiranto.

Sementara Anis Matta melihat bahwa Indonesia mempunyai tiga gelombang waktu. Gelombang pertama adalah gelombang dimana kita berhadapan dengan imperialisme dan mencari jati diri Indonesia, sedangkan gelombang kedua adalah gelombang mencari identitas sebagai bangsa modern setelah merdeka. “Kita telah melewati dua gelombang besar dan memasuki gelombang ketiga dengan kekuatan berubahnya demokrasi kita secara signifikan”.

Anis menganologikan bahwa 60% penduduk yang dibawah 45 tahun sebagai native demokrasi yang harus dikembangkan potensinya, seperti halnya smart phone yang mempunyai banyak aplikasi. “Kalau orang tua usia 50 tahun membeli smart phone, paling yang digunakan hanya beberapa fitur. Tapi coba kita lihat anak muda yang dibelikan handphone China murah, dia bisa otak-atik. Anak muda kita pandang sebagai orang yang paham demokrasi, sedangkan orang tua seperti itu kita analogikan sebagai imigran demokrasi. Ini permasalahan pemimpin Indonesia”, terang Anis.

Harry Zudianto juga menambahkan bahwa pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang dapat menjadi pelayan masyarakat. “Jadi pemimpin itu seperti lagu gundul-gundul pacul, ojo gembelengan”, ungkap mantan walikota yang menganggap dirinya sebagai pelayan masyarakat.

 

Anis Matta Meminta Maaf atas Musibah PKS

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus PKS beberapa waktu silam. Dalam acara Dialog Kebangsaan, Anis mengakui bahwa partainya banyak kekurangan. “Dalam forum ini, saya meminta maaf kepada hadirin dan seluruh masyarakat Indonesia atas kasus yang menimpa PKS. Saya meminta kepada seluruh kader PKS untuk meminta maaf, jangan jelaskan apa yang terjadi, tapi minta maaf saja”, terang Anis.

Anis mengkritik bahwa partai Islam termasuk PKS mempunyai kebiasaan mewakili diri sendiri, bukan mewakili bangsa. “Salah satu kritik saya dari dulu terhadap Parpol Islam termasuk PKS adalah kebiasaan mewakili diri sendiri dibandingakan mewakili bangsa. Karena Parpol Islam atau gerakan Islam cenderung polalisasinya pada politik ideologi”, ungkap Anis

Umat Islam atau gerakan Islam dianggap Anis, gagal membaca realitas Indonesia secara keseluruhan, dan menempatkan nilai Islam sebagai sumber inspirasi dan sumber nilai berbangsa dan bernegara. Sehingga umat Islam yang mayoritas ini merasa tidak terwakilkan suaranya oleh Parpol Islam.

Anis juga beranggapan, bahwa kader PKS yang gagal anggap saja sebuah barang reject dalam partainya. “Kader yang gagal seperti sebuah produk dalam perusahaan yang reject, anggap saja begitu. Lalu kita lanjutkan agenda untuk pemberantasan korupsi kemudian”, ungkap Anis

 

Wiranto Tersinggung Disebut Pemikir Lama Orde Baru

Wiranto yang juga saat sesi tanya jawab di acara yang sama mengatakan, tidak suka jika dirinya dianggap pemikir lama, saat seorang mahasiswa Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga menyebut Wiranto sebagai pemikir lama. “Terus terang saja saya tidak suka dianggap sebagai pemikir lama atau dianggap orang orde baru, bukannya terbaca sebagai pembelaan diri, tapi saya mencoba mencerahkan pemikiran”  terang Wiranto.

Wiranto menjelaskan, bahwa dirinya lahir di era orde lama lalu meniti tugas sampai pangkat colonel dan menjabat panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) merangkap Kemenkaham selama tiga bulan. “Jadi orde baru 32 tahun itu, Wiranto sebagai penentu kebijakan hanya tiga bulan” kata Wiranto

Ia juga menegaskan bahwa setiap orde adalah bagian dari sejarah perubahan yang selalu ada kebaikan dan keburukan. “Janganlah berfikir oh itu Wiranto Orde Baru, jangan jabat Presiden. Kita ambil yang baik dan kita buang yang buruk di setiap orde” ungkap Wiranto. (Indah Fajar Rosalina)

Editor : Folly Akbar