Home - Sumpah

Sumpah

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Meski dalam pembukaan Undang-Undang Dasar telah jelas disebut bahwa kemerdekaan Indonesia adalah  berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, terpatri satu keyakinan bahwa kemerdekaan ini tidaklah jatuh dari langit bergitu saja. Ada faktor-faktor yang membentuk dan mengarahkan hingga tercipta sebuah kemerdekaan. Faktor tersebut tak lain adalah sejarah.

Menengok faktor-faktor tersebut dalam tataran untuk lebih konkret memandang sejarah kemerdekaan, setidaknya kita bisa mulai menelisik dari tonggak-tonggak sejarah yang ada, salah satunya Sumpah Pemuda.

Konon katanya dulu para pemuda Hindia-Belanda menyelenggarakan kongres bersama. Kongres Pemuda II tersebut dihadiri beberapa perwakilan dari berbagai daerah (Jong java,Jong Soematra, Jong Celebes dan lain), dilaksanakan di Jakarta seminggu lalu, 28 oktober, 85 tahun silam. Dari kongres itu lahirlah sebuah tekad bersama yang termanifes dalam Sumpah Pemuda. Isinya antara lain; berikrar untuk bersatu dalam tanah air, bangsa serta bahasa Indonesia.

Dari sinilah setidaknya format yang lebih terang terkait Indonesia terbentuk. Diceritakan juga bahwa sebelum ikrar Sumpah Pemuda diucapkan, terlebih dahulu lagu Indonesia Raya dialunkan oleh W.R Soepratman dengan gesekan biolanya, lagu yang kini jadi lagu kebangsaan kita. Lalu sejarah terus berlanjut dengan tonggak-tonggak sejarah yang lain, hingga merdeka tahun ‘45 dan berlanjut 85 tahun kemudian, yaitu sekarang tahun 2013.

Membahas fakta-fakta sejarah dalam konteks kini terus terang tak terlalu menarik. Bukan karena tidak penting, hanya, setelah tahu segala aspek sejarah terus apa?. Mungkin, yang bisa sedikit kita renungkan bersama adalah bagaimana memaknai sebuah sejarah: Sebuah alur yang menempatkan kita pada kondisi sekarang, bait cerita yang mengkonsepkan pemikiran atas keadaan.

Sumpah Pemuda yang merupakan salah satu tonggak Kebangkitan Nasional adalah catatan yang menentukan arah bangsa waktu itu. Pemuda sebagai elemennya juga secara tidak langsung menjadi aktor utama dalam perjalanan sejarah kita. Catatan itu (bisa jadi dianggap anugerah bisa jadi kutukan)  yang barangkali hingga kini menempatkan pemuda selalu ditagih kontribusi dalam menentukan arah bangsa. Lebih singkatnya pemuda dalam konteks sejarah kita adalah salah satu elemen utama penggerak dan penentu “nasib” bangsa.

Membicarakan Sumpah Pemuda setidaknya ada dua aspek yang bisa kita lihat relevansinya hingga saat ini. Pertama, sebuah semangat untuk mencapai tujuan bersama yang tersirat jelas dalam teks Sumpah Pemuda. Dalam aspek ini tentu kita tak bisa menqiyaskan begitu saja, karena kondisi sekarang dengan kondisi masa itu telah jauh berbeda, jelasnya dulu terjajah sekarang merdeka.

Meski begitu, bukan berarti karena kondisi telah berbeda mengakibatkan kita sebagai pemuda kehilangan semangat kepada perubahan. Setiap masa pasti punya utopia dan harapan tersendiri terhadap keadaan. Arah tujuan itulah yang perlu kita konsepkan kembali saat ini, kemudian kita riilkan dalam sebuah agenda perubahan bersama.

Kenapa pembahasan tentang semangat perubahan bersama menjadi penting, sebab agenda-agenda besar kemerdekaan Indonesia masih jauh dari teks Pembukaan Undang-undang ’45 yang kita akui bersama sebagai sebuah landasan arah bangsa. Keterangan lebih rigid terkait agenda itu tentu tak perlu dijelaskan disini, yakin yang akan ditulis tak jauh beda dari fikiran pembaca.

Hal kedua yang menjadi penting adalah kesediaan untuk mengerahkan segala daya upaya. Dalam konteks ini terlihat dari “sumpah” yang dilakukan oleh para pemuda itu. Sumpah disini mengindikasikan bahwa tekad dan kemauan pemuda waktu itu bukan sesuatu yang main-main. Melihat kondisi saat itu masih dalam kekuasaan penjajah Belanda yang berarti menentang pemerintah Kolonial adalah memasang nyawa sebagai taruhan.

Ada hal lain yang menarik jika kita membicarakan tentang “sumpah.” Rasa-rasanya, melihat konteks kekianian ada sesuatu yang “berlubang” dari kata ini. Kata sumpah (dalam tafsiran pribadi saya) waktu itu  bermakna tentang manifes nyata akan kesungguhan dan kesiapan untuk lebih konkret menjalankan apa yang disumpahkan. Keyakinan ini timbul karena sumpah waktu itu belum kehilangan maknanya seperti sekarang.

Konteks kekinian siapa berani menjamin bahwa sumpah adalah sebuah kesungguhan dan keteguhan niat. Sumpah bisa jadi hanya gerombolan kata kosong yang diucapkan untuk menguatkan kebohongan. Tak usah jauh-jauh, lihat saja sumpah “Gantung Monas” ala Anas Urbaningrum, atau dalam tataran lebih formal sumpah jabatan yang pasti telah dilakukuan oleh para pejabat itu. Ketika mendengar sumpah tersebut, saya yakin tak setiap rakyat Indonesia percaya. Toh kenyataannya sampai saat ini Anas masih hidup damai, mendirikan Ormas baru malah. Sedang para pejabat, entah siapa lagi yang akan tertangkap korupsi, terlibat penyalahgunaan kekuasaan, bolos kerja dan lain.

Lalu apa makna sumpah hari ini?-berikut sumpah seorang pemuda yang memanggul masa depan bangsa Indonesia. Hingga hal ini terjawab, kiranya makna Sumpah Pemuda yang kini mulai  samar gaungnya pun takkan ditemu musababnya. @jamaludin_ahmd