Home - Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena Korupsi di Indonesia

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Seminar dan bedah buku digelar di Teatrikal Perpustakaan UIN, Selasa (9/12).

Di Indonesia hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap. Seperti patung polisi, polisi tidur dan Hoegeng“

Muchammad Sodik

Lpmarena.com, Seminar dengan tema “Refleksi Hari Anti Korupsi Se-Dunia (Indonesia bukan Republik Koruptor) dan Bedah buku “Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan” berlangsung di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (9/12). Seminar yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas Ilmu Social dan Humaniora (Soshum) dihadiri oleh Haka Astana, (Brigjen Kapolda DIY), Kurniawan Sutrisno (Ketua DPD KNPI DIY), dan Muchammad Sodik (Dosen Sosiologi fakultas Soshum).

Tindak pidana korupsi tidak melulu uang. “Korupsi tidak hanya berupa rupiah dan dolar tetapi mencakup luas. Dari hal kecil misalnya, datang tidak tepat waktu berarti telah korupsi waktu. Perjalanan politik berlandaskan hukum dan hukum dibuat oleh manusia dalam penafsiran hukum juga berbeda-beda. Permasalahan korupsi bukan hanya permasalahan baru,” ungkap Haka Astana di hadapan peserta seminar.

“Sejak tahun 1968 sudah mengenal undang-undang tentang korupsi dan pemerintah sudah semaksimal mungkin mengatasi permasalahan seperti korupsi, politik dan hukum. Saya berharap Hoegeng akan lahir kembali dan akan lahir Hoegeng baru di dunia kepolisian,“ tambahnya.

Menurut Kurniawan Sutrisno korupsi bukan wabah lagi, tapi sudah menjalar kemana-mana. “Artinya (Korupsi, red) sudah konkrit. Misalnya pemilihan Kepala desa. Calon Kepala Desa memberikan uang kepada warga agar mereka memberikan suaranya. Ketika bicara korupsi dan suap sudah sama-sama salah. Ketika korupsi dilakukan berjamaah misalnya dana dari pemerintah untuk rehabilitas rumah, jadi seperti rantai makanan yang saling memakan,“ ujar Kurniawan.

Nilai positif dari sosok Hoegeng dalam buku “Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan” dijelaskan oleh Muchammad Sodik di penghujung acara. “Nilai-nilai Pak Hoegeng diantaranya, dia polisi pejuang, memiliki pribadi terbuka tegas dan jujur, sederhana, tidak menikmati fasilitas (tidak menggunakan mobil dinas untuk acara keluarga), anti korupsi dan nepotisme. Seorang kepemimpinan berkarakter harus memiliki sifat jujur, sungguh-sungguh, menyeluruh, masuk akal, dan menahan,“ tangkasnya. (Rohmayanti)

 

Editor : Ulfatul F.