Frekuensi itu milik publik, dan itu harusnya diketahui semua orang.
Lpmarena.com, hal tersebut disampaikan Intan, pembicara dalam diskusi Reboan (diskusi hari rabu) LKiS Rabu (12/3) di Pendopo LKiS. Pemanfatan media oleh golongan tertentu dengan menggunkan frekuensi yang sebenarnya milik publik tanpa mempehatikan kepentingan publik, tidak dibenarkan dalam kepemilikan media.
Senada dengan Intan, Maulin Ni’am, yang juga pembicara dalam acara tersebut mengatakan media telivisi yang menggunakan frekuensi publik harus menjadi penyampai pesan tanpa melintir pesan itu. Karena media menjadi pilar keempat demokrasi, namun kini media menjadi penghalang terbesar warga negara terhadap demokrasi dengan menjual informasi yang tidak berkualitas. “Hampir tidak ada yang tidak dijual sekarang. Walaupun informasi agama itu informasi jualan,” ungkap Maulin.
Dalam diskusi yang dimulai jam 19.30, disampaikan juga tentang literasi media (memahami, menganalisis media). Literasi media mempunyai program penyadaran di tataran masyarakat bahwa apa yang disampaikan media tidak selamanya benar dan juga adanya ideologi pesan di media. Misalkan saja iklan-iklan yang menggunakan perempuan untuk menarik konsumen melalui iklan. “Di media ada ideologi di balik pesan, dimana ketika ilkan memanfaatkan perempuan,” tandas Maulin.
Puluhan peserta yang hadir antusias dan mengikuti diskusi itu sampai selesai pada jam 22.30 WIB. (Anisatul Umah)
Editor : Ulfatul Fikriyah