Home - Matinya Wifi Seminggu Terakhir Menyulitkan Mahasiswa

Matinya Wifi Seminggu Terakhir Menyulitkan Mahasiswa

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Beberapa mahasiswa keluhkan matinya wifi kampus.

Lpmarena.com, Wifi (wireless fidelity) menjadi hal  krusial bagi UIN Suka yang menyatakan diri sebagai kampus IT (Information Technologi). Seminggu terakhir wifi mengalami masalah dengan koneksi, sehingga sebagian mahasiswa tidak bisa menikmati wifi di kampus.

Tutut wulandari, mahasiswa semester IV jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) mengatakan adanya wifi mengganggu dia ketika mengerjakan tugas. “Wifi dibutuhkan  buat download karena butuh contoh-contoh tugas kita butuh download,” ungkap Tutut (11/03).

Senada dengan Tutut, Ayu Wahyuni mahasiswa jurusan BKI semester IV juga mengatakan, “Harusnya wifi diperbaiki masa tidak aktif kuliah, mahasiswa kan butuh buat searching,” tuturnya.

Tanggapan lain diutarakan mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas skripsi. “Ketika revisi skripsi di perpus, saya butuh tambahan jurnal dari  internet dan saya kesulitan, karena internet sangat dibutuhkan untuk mencari refrensi. Memang kita hanya mbayar 600ribu tiap semester,  namun harapannya ada fasilitas yang diberikan buat mahasiswa,”  terang Yuni Lestari mahasiswa Psikologi semester VIII itu.

“Saya punya pengalaman di Tata Usaha (TU) fakultas Sosial dan Humaniora, waktu saya administrasi bapaknya lagi Facebook-an. Jadikan kalau lihat dari aktivitasnya sama untuk hal-hal seperti itu. Kenapa  dibedakan seperti ini kalau ada gangguan jangan dibedakan,” tambah Yuni.

Matinya wifi ditanggapi Agung Fatwanto, Ketua PTIPD (Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data). Penyebab matinya wifi selama seminggu terakhir ini dikarenakan provider atau pemegang server sedang melakukan pembaruan internet. “Tahun kemaren layanan sudah selesai. Nah sekarang ini kita ada pembaruan, karena layanan harus diperbarui tiap tahun,” ungkap Agung.

Menanggapi pertanyaan tentang persoalan wifi yang mati lebih sering dirasakan mahasiswa, daripada dosen atau staff, Agung menjelakan bahwa hal itu berhubungan dengan kuantitas. “Karena dosen jumlahnya sedikit hanya 500-an sedangkan mahasiswa 20-an ribu makanya terkesan hanya mahasiswa yang terkena dampak,” terang Agung. (Anisatul Ummah)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah