Home - Merunut Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Merunut Permasalahan Pendidikan di Indonesia

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

lpmarena.com, Pers Mahasiswa (Persma) sebagai salah satu bagian dari germa (Gerakan Mahasiswa) ikut andil dalam mengkritisi segala kondisi yang terjadi di masyarakat Indonesia. Persma memiliki tanggung jawab atas kondisi kebangsaan khususnya di ranah pendidikan. Hal inilah yang melatarbelakangi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Rhetor menggelar diskusi panel dengan tema “Orang Miskin Harus Sekolah” pada pagi hari tadi (30/04) di Gedung PKSI lantai 2.

Diskusi itu menghadirkan berbagai elemen mahasiswa sebagai panelis diskusi. Seperti student government (Dema, Sema), gerakan mahasiswa seperti GMNI, Sekber, Pembebasan, KAMMI, HMI, KMPD, Persma, serta komunitas-komunitas seperti Himma Suci huga turut hadir mengikuti diskusi tersebut.

Diskusi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB itu juga mendatangkan pembicara, Benz dari Dikpora (Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga). Menurutnya, pendidikan di Indonesia itu cenderung memakai sistem amerikanisasi pendidikan, atau yang sekarang kita sebut komersialisasi pendidikan atau liberalisasi pendidikan.

Sementara itu A. Muhammad Safi selaku panelis dari Dema fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki pandangan berbeda terkait masalah pendidikan. “Kemarin saya ikut diskusinya anak UST, mereka menuntut tentang sistem pendidikan saat ini. Mereka memulai dengan pertanyaan apa sih hakekat pendidikan sebenarnya. Dan kalau menurut saya hakekat pendidikan itu memanusiakan manusia. Tapi yang terjadi sekarang adalah siapa yang berduit dia yang sekolah,” tuturnya.

Selanjutnya, wakil HMI Dipo berpendapat bahwa pendidikan adalah kewajiban dari sebuah negara. “Negara itu bertugas untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Sekarang ini pendidikan tidak lebih dari komoditas. Ilmu pengetahuan sekarang dijual belikan. UIN dengan UKT nanti akan liberal atau tidak? Kemudian munculnya stratifikasi juga lewat kampus-kampus.”

Ari, dari LPM Advokasia melihat pendidikan di Indonesia bukan untuk belajar. “Pendidikan kita, arahnya adalah untuk bekerja, bukan untuk belajar. Pendidikan Indonesia itu terlalu banyak memakan waktu. Bayangkan selama 12 tahun. belum lagi kalau sampe S1. Menurut saya itu sangat memakan usia kita. Apalagi dengan mutu pendidikan yang tidak terlalu baik.”

Pukul 12.30 WIB diskusi diakhiri, setelah semua panelis mengeksplor pandangan-pandangannya terkait isu pendidikan. Di akhir diskusi tercapai sebuah pernyataan sikap terhadap permasalahan pendidikan. Kemudian pernyataan sikap yang dicapai dalam diskusi akan diusung untuk aksi pada hari pendidikan nasional yang jatuh pada 2 Mei. (Ulfatul F)