Home - Gedung SC dan Penindasan di UIN Suka

Gedung SC dan Penindasan di UIN Suka

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Ahmad Taufiq*

 

Student Center (SC), adalah nama dari sebuah gedung yang dibangun UIN Suka untuk dijadikan pusat kegiatan mahasiswa. Tapi kalau kita telisik lebih jauh, rupanya penindasan-penjajahan berlangsung massif dan tak tertahankan. Oleh karenanya, tulisan ini adalah uraian tentang operandi (modus operasi) penindasan yang dilakukan pihak pemangku kebijakan kampus terhadap mahasiswa, terutama mereka yang aktif di SC.

  1. SC dibangun untuk menampung seluruh UKM dan LKM yang ada, apapun jenisnya. Mungkin rektorat bermaksud baik, misalnya agar satu UKM dengan UKM lain bisa saling bercengkerama, bisa saling bekerjasama. Tapi kenyataanya bahwa pencampur-adukan itu sangat mengganggu bagi beberapa UKM. Contoh saja saat beberapa UKM sedang diskusi, rapat atau kerja-kerja lain yang membutuhkan ketenangan. Ternyata di sisi lain suara bising tabuhan rebana, musik-musik, atau teriakan para pesilat atau olahragawan yang sedang latihan, mengobrak-abrik gendang telinga.
  2. Untuk meminimalisir kebisingan, bisa saja pintu ditutup, tapi masalah baru timbul, yaitu panas mendera. Sebab selain ruangannya sangat sumpek, juga tidak ada fasilitas pendingin. Apalagi jika musim kemarau. Betapa panasnya, sehingga banyak anggota UKM tak betah tinggal di dalamnya, apalagi berkreasi. Saya sungguh tak bisa membayangkan seandainya para pengambil kebijakan bekerja di gedung seperti SC.
  3. Model penataan ruang SC yang mana semua UKM dan LKM jadi satu, dan semua ruang depannya adalah berdinding kaca sehingga seolah-olah memang rektorat (lewat tangan kanan-kirinya) hendak mengawasi seluruh aktivitas mahasiswanya. Mahasiswa menjadi semacam entitas yang harus selalu dicurigai untuk berbuat jahat atau maksiat. Bukankah ini adalah penjara? Saya rasa panopticon-nya Michel Foucault bisa menjelaskan dengan gamblang.
  4. STUDENT CENTER, kalau kita telisik artinya secara harfiah, berarti pusat mahasiswa. Tapi nama pusat mahasiswa tinggallah nama. Atau kamuflase belaka. Sebab nyatanya mahasiswa tidak berhak ikut campur dalam menentukan regulasi atas apa yang terbaik buat diri mereka. Pihak rektorat dengan otoriter mengatur segalanya. Sementara mahasiswa harus nurut, atau tidak usah tinggal di SC. Bukankah kalau begitu lebih pantas disebut KANDANG MAHASISWA?
  5. Letak gedung yang sengaja dibangun (dengan semena-mena) jauh dari jangkauan mahasiswa. Semua orang tahu bahwa pemencilan gedung SC ini sangat mencolok. Dan pemencilan tentu berarti peminggiran. Sementara peminggiran menunjukkan bahwa yang meminggirkan adalah suatu kuasa yang tak mau tahu dan tak mau mendengarkan argumen mahasiswa sebagai subyek. Pemencilan adalah bentuk pembonsaian atau penghambatan agar semakin sedikit mahasiswa yang aktif di SC. Kepentingan rektorat jelas, yaitu ingin agar mahasiswa fokus di kelas dan segera lulus. Sementara mereka yang aktif di UKM cenderung lebih molor lulusnya. Ini tidak sesuai dengan kemauan pasar.

Dari fakta-fakta di atas, saya bisa menyimpulkan bahwa pihak kampus (maksudnya rektorat) telah menggulirkan kebijakan yang tidak rasional dan tidak demokratis. Dan dari kebijakan itu rupanya menimbulkan korban bertahun-tahun sejak pemakaian gedung itu. Artinya juga rektorat dengan sadar (atau tidak disadari sebab memang tidak pernah mendengar suara rakyat bawah) telah melakukan pembantaikan kreativitas dengan sistematis dan terencana terhadap mahasiswanya sendiri. Mahasiswa hanya dijadikan obyek belaka untuk ditindas-dijajah. Dan jika kebijakan itu tetap diteruskan, maka kampus memang hakikatnya telah menjadi penjajah dan mengajari mahasiswa untuk menjajah.

Di sisi lain, mengapa tidak ada gerakan mahasiswa yang secara serius mengangkat atau melawan penindasan-penjajahan ini? Apakah kita sudah menjadi buta, dungu dan bisu? Ataukah kita memang takut untuk berteriak lantang tentang kebenaran? Apalagi bagi yang aktif di UKM maupun LKM yang memang merasakan dampaknya.

Apakah kawan-kawan sudah apatis, atau tidak mau tahu urusan penindasan? Saya sendiri tidak tahu pasti. Barangkali banyak dari kita memang telah tertempa untuk menjadi mahasiswa BERMENTAL BUDAK yang hanya tahu tentang ketundukan dan kepatuhan. Ya, mahasiswa yang seperti itu tidak pantas lagi mengaku mahasiswa, apalagi mengaku manusia.

Ayo kawan, mari sadar. Mari bangkit bersatu dan melawan. Segala bentuk penindasan harus kita enyahkan. Hidup Mahasiswa! Hidup rakyat!

Kamar Merah, jelang Subuh, 9 Mei 2014

 

*Penulis adalah Anggota LPM ARENA