Home - Sosok Kiai Sahal dalam Dunia Politik

Sosok Kiai Sahal dalam Dunia Politik

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Berbicara perpolitikan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari Islam, banyak kalangan yang dianggap representatif mewakili umat terbesar di Indonesia ini, yakni kalangan kiai. Menyoal perpolitikan dalam lingkar kekuasaan dengan agama dan peran para kiai, Ulil Abshar Abdalla menganggap urusan agama dengan kekuasaan itu telah usai, “Masalah imamah itu bukan urusan agama,” tegas Ulil pada acara diskusi dan bedah buku “Belajar dari Kiai Sahal” yang diselenggarakan Keluarga Muthali’ul Falah (KMF), di Convension Hall UIN Suka (19/05).

Menurut Ulil, sosok Kiai Sahal patut dicontoh. Banyak gagasan dan tindakan yang diambil Kiai Sahal tanpa embel-embel kepentingan politik. Begitupun dalam mengeluarkan kebijakan (Baca: fatwa). Keterbukaan dan kekonsintenan sikap itu juga yang membuatnya diterima oleh banyak kalangan. Sehingga wajar dia menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pandangan Ulil ini juga diamini Moch. Nur Ichwan. Baginya sosok kiai Sahal itu jauh dari kepentingan politik. “Beliau (Baca: Kiai Sahal) apolitis dalam perpolitikan,” ungkap Ichwan yang berprofesi sebagai dosen pascasajana UIN Suka. Menurutnya, sikap Kiai Sahal ini sangat penting dalam perpolitikan, mengingat Kiai Sahal merupakan tokoh lama di Nahdhatul Ulama (NU) dan MUI.

Waryono yang juga pembicara dalam acara itu menambahkan, apa yang telah diwariskan Kiai Sahal dalam bersikap harus dijiwai dan diteruskan oleh generasi sekarang. “Apa yang diwariskan oleh Kiai Sahal harus menjadi spirit,” tegas Waryono yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suka.

Ijtihad &  Kontekstualisasi Kitab Kuning

Berbicara tentang Kiai Sahal kurang lengkap bila tak membahas gagasan beliau tentang kontekstualisasi kitab kuning. Kontekstulisasi kitab kuning dengan kondisi zaman memang diperluhkan, sehingga sesuai kebutuhan guna memecahkan problem masyarakat saat ini.”Kitab kuning itu (Baca: menurut pandangan lama) difahami sesuatu yang sakral,” lanjut Waryono.

Kesakralan inilah yang menyebabkan masyarakat Nahdliyin jarang membicarakan ijtihad, “Masyarakat NU biasanya merinding dalam membicarakan ijtihad,” sahut Ulil yang juga menjabat sebagai Direktur Fredom Institute.

Meski demikian bukan berarti pintu ijtihad teelah tertutup, banyak kiai dari kalangan NU sendiri yang juga banyak melakukan ijtihad. Ambil contoh Kiai Sahal, “Kiai Sahal tanpa gembar gembor berijtihad, beliau sendiri banyak melakukan ijtihad,” terang Ulil. Pandangan Ulil ini juga dibenarkan oleh Ichwan. Menurutnya menurut pandangan Kiai Sahal ijtihad merupakan kebutuhan dasar manusia, “ijtihad itu kebutuhan dasar,” jelasnya.

(Usman Hadi)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah